Kemudian herd immunity 70 persen dan Bali sudah 80 lebih.
Vaksinasi dosis kedua Bali sudah hampir 100 persen. Artinya, sudah siap sekali kita.
Kemudian kalau kita berbicara industrinya CHSE-nya hotel dan restoran sudah ribuan.
DTW juga sudah ratusan. Dari segi kesiapan kami sangat-sangat siap.
Pertanyaannya kenapa masih tetap tidak bisa dibuka? Berarti ada sesuatu yang kurang tepat di kebijakan tersebut.
Oleh karena itu usulan kami kepada pemerintah pusat dan daerah agar ada satu suara bersinergi.
Karena setiap kelembagaan mengeluarkan peraturan itu tumpang tindih.
Ketika buka, kesehatan Bali ini kan direncanakan dari awal sebagai pilot projects.
Makanya vaksinasi digenjot dan sebagainya.
Dan masyarakat Bali tingkat kepatuhannya di atas 90 persen terhadap prokes. Jadi apalagi yang harus dikhawatirkan.
Kalau memang mengatakan akan ada gelombang ketiga sampai kapan kita seperti ini kalau tidak ada keberanian. Justru dengan adanya vaksinasi ini harus ada keyakinan bahwa sesuatunya berubah lebih baik.
Bahkan tahun lalu tidak vaksin belum berjalan, makanya wajar kalau sekarang treatment disamakan dengan tahun lalu yang belum ada vaksinasi kan tidak tepat juga.
Jadi oleh karena itu kita harus ada keyakinan dan mempunyai keberanian dalam membuka Bali secara menyeluruh dalam artian peraturan ini benar.
Jangan seolah dibuka, tetapi nyatanya tidak.
Saya analogikan ketika kami sudah bersih-bersih rumah dan sebagainya, tapi gemboknya masih dibawa. Bagaimana mau masuk? Kan tidak bisa.
Apa saja aturan dari pemerintah pusat yang perlu dievaluasi sehingga wisman bisa datang ke Bali?
Peraturannya harus diubah. Selama peraturan yang sekarang tetap dijalankan akan seperti ini terus.
Contohnya visa, mengapa tidak dibuka aja? Visa on arrival, misalnya, kepada negara-negara 19 ini.
19 negara ini sudah dikategorikan low risk country.
Kalau misalnya medium risk country, bisa saja dilakukan yang lebih ketat.
Ini parameternya jelas. Jadi ketika visanya sudah oke, karantina tidak ada, airline juga diberikan aturan yang jauh lebih mudah, ya otomatis wisatawan akan datang.
Satu hal yang sangat penting bahwa liburan summer tahun depan 2022 yang mulai Mei dan seterusnya itu mereka periode booking-nya mulai Desember, Januari, Februari sudah ada bookingan untuk liburan Mei tahun depan.
Apabila peraturan ini tidak ada perubahan sampai dengan awal Desember, maka kita akan kehilangan momen satu tahun lagi di 2022.
Jangan berharap banyak 2022 akan ada turis.
Kita akan siap-siap untuk melarat lagi. Nah apa kita mau seperti itu?
Di sini perlu ada perhatian untuk Bali, terutama pelaku pariwisata 32 ribu yang mempunyai pekerjaan langsung di pariwisata dan jutaan orang yang ada di belakang 32 ribu tersebut.
Sekarang kalau memang harus aturan ini diperketat dan sebagainya, apa yang harus diberikan kepada kami?
Baca juga: Terkait Karantina Wisman 3 Hari, Pelaku Pariwisata Bali: Mereka Ingin Enjoy, Happy dan Tidak Ribet
Sampai sekarang pelaku pariwisata Bali kan belum mendapatkan apa-apa.
Bali dibuka kita meminta soft loan, bank tidak memberikan karena pergerakan ekonomi tidak ada.
Di sinilah peran semua pihak, termasuk pelaku pariwisata dan masyarakat.
Mudah-mudahan apa yang kami sampaikan bisa membantu pemerintah juga agar derita masyarakat Bali saat ini bisa didengar oleh pusat.
Australia katanya sudah izinkan warganya melakukan perjalanan ke luar negeri, termasuk Indonesia, kenapa mereka juga belum ada ke Bali?
Sekali lagi, sekarang mengenai visa dan karantina. Kalau sudah karantina tiga hari orang mana mau.
Jangan sampai kesempatan ini diambil oleh negara tetangga, seperti Thailand, Kamboja, sudah buka mulai tanggal 20 ini tanpa karantina.
Jangan sampai kita kehilangan momen ini.
Prediksinya kapan wisman akan ke Bali? Apakah akhir tahun ini atau tahun depan?
Seperti yang saya bilang tadi. Selama aturan ini tidak berubah, tidak akan ada perubahan terhadap kunjungan pariwisata.
Tapi ketika ini diubah dengan apa yang saya sampaikan, maka saya yakin pasti datang wisman tersebut.
Gubernur Bali sempat katakan November akan masuk 20.000 wisman, bagaimana tanggapan Bapak?
Saya kurang tahu juga, Pak Gubernur mendapat informasi seperti itu dari mana?
Tapi yang kedua, saya kira ketika kita berbicara booking-an, terutama inbond, saya kira selama pandemi tetap ada booking-an, bahkan sampai 2022 ada booking-an.
Sehingga kita juga tidak bisa tahu booking-an ini matrelisasi atau tidak. Tergantung dari kebijakan itu.
Kalau ada 20 ribu kamar hotel sudah terpesan, saya kira, itu cukup sedikit, kalau benar. Mengapa demikian?
Dengan aturannya yang sekarang, misalnya, itu kan 20 ribu room night itu dikatakan Pak Gubernur pada saat karantina 5 hari.
Kalau sekarang kita hitung saja 20 ribu dibagi 5 hari berarti 4 ribu tamu sekarang.
Kalau kita berbicara kalau tinggalnya tidak mungkin datang ke Bali untuk karantina saja.
Anggap saja 10 hari. Berarti kan kalau hari itu cuma 1.000 tamu kalau kami bagi dengan anggota kami sangat sedikit sekali.
Jangan melihat 20 ribu, kalau 20 ribu buat kamu di ASITA cukup kecil.
Jadi anggap aja sekarang 20 ribu dibagi 10 malam kemudian dibagi anggota kami 400. Sangat sedikit. Tidak mungkin kan? Jadi mau menyampaikan bahwa bookingan ini matrelisasi apa tidak? Kalau bookingan ini tidak termatrelisasi berarti ada kesalahan atau sesuatu penyebab tidak terealisasi.
Kalau bookingan setiap saat ada, Desember saja ada.
Tetapi kan tidak tahu mereka jadi datang atau tidak. (Ni luh putu wahyuni sri utami)
Kumpulan Artikel Wawancara Tokoh