TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Ketua Fraksi Demokrat DPRD Bali, Komang Nova Sewi Putra, meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali melakukan berbagai upaya guna mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Apalagi, selama nyaris dua tahun dihantam pandemi Covid-19, PAD Bali merosot cukup tajam.
Oleh sebab itu, pihaknya mengusulkan agar Pemprov Bali dapat mengoptimalisasi sumber pendapatan dari sektor lainnya.
Salah satunya lingkungan alam, budaya yang lebih menjadi branding Bali.
Baca juga: PAD Jembrana 2022 Ditarget Rp 1 Triliun Lebih
Bahkan, pihaknya pun mengapresiasi adanya Raperda tentang labelisasi barang hasil usaha krama Bali dengan branding Bali merupakan sumber dari kearifan lokal Sad Kerthi.
“Berbagai barang hasil usaha Krama Bali, baik penduduk asli maupun penduduk pendatang dan tamu yang menggunakan branding Bali telah memberikan manfaat kepada pelaku usaha dan masyarakat,” jelasnya, Jumat 26 November 2021.
Nova juga mengatakan, bahwa secara umum hal itu belum optimal memberikan kontribusi dalam upaya restorasi, konservasi serta revitalisasi lingkungan alam, manusia dan budaya Bali secara berkelanjutan.
“Fraksi Partai Demokrat berpendapat bahwa sudah sepantasnya Pemerintah Provinsi Bali untuk menggali sumber pendapatan dari potensi unggulan yang dimiliki. Yakni keindahan lingkungan alam dan keunikan budaya Bali yang telah menjadi branding Bali,” tegas Nova.
Ia menyebut bahwa kontribusi krama Bali tersebut sejalan dengan prinsip resipokal yang adil.
Dimana yang memanfaatkan taksu Bali sudah sepatutnya memiliki kepedulian dengan cara berkontribusi melalui program pelestarian lingkungan alam dan budaya Bali.
Nova mengatakan, pengaturan penataan penggunaan label branding Bali untuk barang yang diproduksi Krama Bali sejalan dengan ketentuan Pasal 236 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 .
Terkait materi muatan lokal Bali dan pemberian perlindungan serta kepastian hukum kepada konsumen pengguna produk Krama Bali sebagai bagian melaksanakan otonomi daerah.
“Perda tentang labelisasi barang hasil usaha Krama Bali ini menurut pandangan Fraksi Partai Demokrat sangat diperlukan. Terutama sebagai payung hukum yang memadai bagi Pemerintah Provinsi Bali dan peran aktif Krama Bali dalam bergotong royong melindungi lingkungan alam dan budaya Bali,” tukasnya.
Di sisi lain, Gubernur Bali Wayan Koster saat bertemu dengan Tim Banggar DPR RI, Kamis kemarin, juga menyampaikan permohonan agar Bali memperoleh keadilan fiskal.
Keadilan fiskal yang dimaksudkannya adalah adanya sebuah exit policy khusus untuk Bali yang paling terdampak akibat pandemi Covid-19.
Usulan itu disampaikannya berdasarkan situasi sulit yang saat ini dihadapi sektor perekonomian Bali.
Di mana 54 persen lebih PDRB-nya bertumpu pada sektor pariwisata.
Lebih jauh ia menuturkan, virus Corona yang terdeteksi masuk ke Indonesia pada bulan Maret 2020 membawa pengaruh yang luar biasa terhadap perekonomian Bali.
Terhitung sejak bulan Maret 2020, mobilitas orang keluar masuk Bali diperketat, bahkan sempat ditutup.
Sebaliknya, negara lain juga mengeluarkan kebijakan melarang warganya untuk ke luar negeri.
Situasi ini otomatis sangat mempengaruhi sektor pariwisata yang sepenuhnya bergantung pada kelancaran mobilitas orang.
“Pariwisata terhenti total, sehingga hotel dan restoran sepi, pasar oleh-oleh sepi dan perekonomian Bali tak bergerak,” ujarnya.
Baca juga: PAD Badung Belum Mencapai Target Tahun Ini, Bupati Giri Prasta Akui Serapan Anggaran Rendah
Situasi berat yang dihadapi pelaku usaha di bidang pariwisata memaksa mereka merumahkan karyawan.
Selain dirasakan langsung oleh pelaku pariwisata dan sebagian besar masyarakat Bali, beratnya beban fiskal akibat keterpurukan sektor pariwisata juga sangat dirasakan oleh Kabupaten dan Kota yang PAD-nya tergantung pada Pajak Hotel dan Restoran (PHR), seperti Kota Denpasar, Kabupaten Badung dan Gianyar.
Dalam situasi demikian, menurut Gubernur Koster, tiga daerah ini kesulitan menjalankan program pembangunan dan praktis hanya mengandalkan dana pusat seperti Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dana bagi hasil dan insentif.
“Saya contohkan Kabupaten Badung, sebelum pandemi PAD-nya lebih dari Rp 3 triliun dan sebagian besar bersumber dari PHR. Karena PAD-nya besar, maka DAU yang hanya Rp. 350 miliar saat itu cukup. Namun sekarang itu tidak cukup, karena untuk bayar gaji pegawai saja butuh Rp. 700 miliar. Badung menghadapi tekanan fiskal yang berat, demikian juga Kota Denpasar dan Kabupaten Gianyar,” bebernya.
Oleh sebab itu, ia sangat berharap adanya sebuah kebijakan untuk daerah yang celah fiskalnya terganggu karena terdampak pandemi.
Gubernur menambahkan, permohonan ini telah disampaikannya melalui surat kepada Menteri Keuangan yang ditembuskan ke Badan Anggaran DPR RI.
Gubernur yang juga menjabat sebagai Ketua DPD PDIP Bali ini menilai, usul keadilan fiskal sebagai permohonan yang sangat wajar karena Bali merupakan daerah spesifik dan merupakan destinasi wisata dunia.
Bahkan saat pariwisata sedang berjaya, Bali menyumbang 39 persen dari total devisa negara.
“Bali juga penyumbang PHR terbesar di Indonesia, itu berlangsung selama puluhan tahun. Ketika anjlok, semestinya ada sebuah kebijakan spesifik untuk membantu Bali dalam menghadapi situasi yang sulit, kami jangan ditinggal,” cetusnya.
Ia sangat berharap, Banggar DPR RI mempertimbangkan aspirasi tersebut untuk menentukan kebijakan yang tepat dalam menyikapi situasi darurat sebagaimana yang dihadapi Bali saat ini.(*).
Kumpulan Artikel Bali