Berita Bali

Lemahnya Pengawasan hingga Regulasi Jadi Penyebab Tingginya Kasus Korupsi di LPD dan Desa di Bali

Penulis: Putu Supartika
Editor: Wema Satya Dinata
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ilustrasi- Dua tersangka kasus dugaan korupsi di LPD Desa Ped, Nusa Penida, IMS dan IGS menjalani pemeriksaan kedua di Kantor Kejari Klungkung, Senin (6/12/2021).

Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Dari data yang diungkap Komunitas Sekolah Anti Korupsi (Sakti) Bali terkait dengan data tren penindakan korupsi di Bali tahun 2016 hingga 2020, diketahui kasus korupsi lebih banyak terjadi di Lembaga Perkreditan Desa (LPD) dan desa.

Dimana, dari 50 kasus yang terjadi selama 4 tahun tersebut, sebanyak 11 kasus terjadi di LPD, dan 8 kasus terkait dengan anggaran desa.

Terkait hal tersebut Nyoman Mardika dari Aliansi Rakyat Anti Korupsi (ARAK) mengatakan hal tersebut terjadi karena banyak perangkat di desa yang tidak paham dengan regulasi maupun pos-pos anggaran.

Sehingga hal tersebut membuka ruang terjadinya penyimpangan anggaran.

Baca juga: BREAKING NEWS: Kejari Tabanan Tetapkan Dua Tersangka atas Kasus Dugaan Korupsi di LPD Sunantaya

“Pemahaman regulasi masyarakat dan perangkat desa yang kurang menjadi alasan pertama terjadinya korupsi di tingkat desa,” kata dalam acara perilisan data tren penindakan korupsi di Bali tahun 2016 hingga 2020 di Denpasar, Kamis 9 Desember 2021.

Selain itu, ada beberapa pungutan yang dalam peraturan perundang-undangan tidak diperbolehkan tapi di tingkat desa malah dilakukan.

Mardika mengatakan data yang disampaikan oleh Sakti Bali masih kecil, karena faktanya di lapangan ada banyak dugaan penyelewengan.

Bahkan menurutnya, desa membuat aturan sendiri dan disetujui semua pihak di desa namun tidak merujuk peraturan di atasnya.

Pungutan ini biasanya dilakukan untuk meningkatkan pendapatan asli desa, karena bisa digunakan sebagai insentif perangkat desa dan pengelolaannya bisa dilakukan secara mendiri.

“Selain itu, keterbukaan informasi juga masih kurang. Padahal di era digital ini seharusnya APBDes bisa diakses publik. Jadi ada ruang-ruang gelap di desa yang menyebabkan terjadinya korupsi ini,” katanya.

Sementara itu, pengamat LPD, I Nengah Yasa Adi Susanto mengatakan sejak adanya pandemi kasus korupsi di desa khususnya LPD mengalami kenaikan.

“Data yang disampaikan Sakti itu masih sedikit, karena itu data yang sudah inkracht, karena masih banyak kasus serupa yang sedang berproses saat ini,” katanya.

Banyaknya kasus korupsi yang terjadi di LPD dikarenakan kurangnya pengawasan.

Padahal dalam Perda Nomor 3 tahun 2017 dan Pergub Nomor 44 Tahun 2017 tentang pelaksanaan Perda LPD mengatur jika proses audit LPD dilaksanakan setahun sekali.

Baca juga: Komunitas Sekolah Anti Korupsi Bali Catatkan Data Korupsi Paling Banyak Terjadi di LPD & Desa

Halaman
12

Berita Terkini