Tamat SMA, Mangku Nengah Muriati melanjutkan kuliah S1 ke Program Studi Seni Rupa Design Udayana.
Ada cerita menarik saatnya kuliah, ketika diminta dosen melukis gaya modern, ia selalu kesulitan.
Setiap sketsa yang ia buat, selalu mengarah ke pakem Wayang Kamasan.
" Bisa dibilang saya saat itu tidak mengikuti kurikulum, sehingga nilai pas-pasan. Para dosen juga memaklumi, pakem saya Seni Wayang Klasik Kamasan," ungkapnya.
Tahun 1999, Mangku Mura meninggal dunia. Hal itu membuat Mangku Nengah Muriati, memutuskan menjadi penerus ayahnya sebagai seniman lukisan Wayang Klasik Kamasan.
Seiring waktu berjalan, karya-karya Nengah Muriati semakin dikenal.
Ia dikenal sebagai seniman yang mampu mengembangkan tematik seni Wayang Kamasan.
Dari yang awalnya hanya seputaran kisah Mahabrata atau Ramayana, berkembang menjadi berbagai kisah.
" Saya mencari inspirasi dari berbagai media, seperti radio, hingga lontar.
Saya mendapatkan ide-ide baru untuk dilukis, seperti menceritakan tentang kanda pat, atau cerita tentang awal mula pohon kelapa," jelasnya.
Sebelum pandemi, kediamannya rutin dikunjungi oleh wisatawan pecinta seni. Bahkan karya-karyanya dibuatkan tempat khusus di sebuah museum di Denmark. Serta ada empat karyanya yang dipajang di Museum Sydney, Australia.
" Di Denmark, bahkan lukisan saya dibuatkan tempat khusus di museum. Di tempat itu, khusus karya-karya lukisan Wayang Kamasan," ungkapnya. (*)
Artikel lainnya di Berita Klungkung