TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - ST. Brahmacarya Br. Puseh Kangin Intaran-Sanur akan mengadakan lomba baleganjur se-Bali.
Lomba tersebut diselenggarakan besok, Minggu 17 Juli 2022 di Yayasan Pembangunan Sanur.
Baca juga: Siat Yeh, Tradisi Penuh Filosofi yang Jadi Ikon Utama Kabupaten Badung di Pesta Kesenian Bali 2022
Baca juga: Siat Yeh, Tradisi Penuh Filosofi yang Jadi Ikon Utama Kabupaten Badung di Pesta Kesenian Bali 2022
Yowana Agni Sudha Desa Adat Jimbaran turut berpartisipasi dalam lomba tersebut, dengan judul garapan Kadgastra Swara.
I Komang Trisandyasa Putra, S.sn selaku penggagas ide dan penata karawtitan kepada Tribun Bali (16/7) menjelaskan bahwa Kadgastra Swara terdiri dari tiga kata, yakni Kadga, Astra dan Swara.
“Kadga berasal dari bahasa jawa kuno yang artinya keris atau pusaka, Astra berasal dari bahasa sansekerta yang artinya senjata, sedangkan swara yang artinya bunyi," ujar pria yang akrab dipanggil Monot tersebut.
Monot melanjutkan, bagi Masyarakat Bali, keris dianggap memiliki nilai spiritual yang tinggi.
Sehingga tak heran jika masyarakat Bali sendiri sangat mengagungkan senjata tradisional tersebut, serta dianggap lambang perlawanan terhadap roh jahat.
"Karakteristik keris merupakan senjata yang memiliki sisi tajam di kedua sisinya atau bermata dua," kata Monot.
"Serta memiliki tiga bagian utama, yakni mata pisau, pati atau pegangan keris serta sarung keris," lanjutnya.
Dari representasi karakter senjata pusaka tersebut, Monot yang juga penata karawitan mengimplementasikanya ke garapan komposisi baleganjur.
Menggunakan formulasi jalinan melodi berskala terakumulasi membentuk luk keluk mata pisau, ketegasan aksen, jagulan dan gilak, memberi kesan kuat iras pati keris, serta timbre instrumental membentuk pola ritmis yang dinamis dengan kolotomik sistematis.
Sehingga mewujudkan hasil Swara atau bunyi Perang Keris.
Lebih lanjut, menurut I Gde Indra Kusuma selaku penata gerak memaparkan bahwa, dalam penyelarasan karya, tersedia koreo agar aksentuasi visual menjadi tematis dan harmonis.
"Hal ini dilakukan agar tepat dalam melakukan perspektif, untuk menikmati sebuah karya komposisi baleganjur yang berjudul "KADGASTRA SWARA” papar pria Jimbaran yang akrab dengan sapaan Komo tersebut.
Sementara itu, Ketua Sabha Yowana Desa Adat Jimbaran Anak Agung Bagus Cahya Dwijanata menyampaikan bahwa partisipasi para yowana di jimbaran dalam acara ini merupakan bentuk kreatifitas.
"Ini merupakan bentuk representasi aktual dalam rangka melestarikan dan mengembangkan kreatifitas adat, seni, budaya, dan tradisi baleganjur," ucapnya
Tak lupa, pria yang akrab disapa Gung Cahya ini mengajak para yowana untuk pro aktif.
"Mari kita turut pro aktif dalam pengembangan dan pelestarian adat, seni, budaya dan tradisi di Bali," tandas Gung Cahya.
Baleganjur adalah salah satu ensamble gamelan Bali.
Istilah ini berasal dari kata Bala dan Ganjur. Bala berarti pasukan atau barisan, Ganjur berarti berjalan.
Balaganjur kemudian menjadi Baleganjur yaitu suatu pasukan atau barisan yang sedang berjalan, yang kini pengertiannya lebih berhubungan dengan sebuah barungan gamelan.
Gamelan Baleganjur pada awalnya difungsikan sebagai pengiring upacara ngaben atau pawai adat dan agama.
Tapi dalam perkembangannya,sekarang peranan gamelan ini makin melebar.
Kini gamelan baleganjur dipakai untuk mengiringi pawai kesenian, ikut dalam iringan pawai olahraga, mengiringi lomba layang-layang, dan ada juga yang dilombakan.
***