TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Hingga saat ini baru 59 dari 169 desa adat di Buleleng yang sudah membuat perarem rabies.
Padahal Dinas Kebudayaan Buleleng menargetkan pembuatan pararem rabies itu tuntas hingga Maret kemarin.
Pemerintah pun akan segera berkoordinasi kepada MDA kabupaten dan kecamatan, agar pembuatan perarem ini segera dikebut, sebagai upaya untuk menekan kasus rabies di Bumi Panji Sakti.
Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng, Nyoman Wisandika pada Minggu, 9 April 2023 mengatakan, desa adat yang belum membuat perarem sebagian besar berada di wilayah Kecamatan Gerokgak, Kubutambahan, Sawan dan Busungbiu.
Masing-masing desa adat mengaku terkendala membuat perarem lantaran masih fokus pada pemeriksaan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) dari Pemprov Bali.
Selain itu, dalam membuat perarem membutuhkan waktu panjang.
Sebab Kelian Adat harus mengumpulkan krama terlebih dahulu, untuk menentukan kesepakatan apa saja sanksi yang akan diterapkan apabila ada masyarakat yang lalai dalam memelihara anjing.
"Sanksi yang dibuat dalam perarem tergantung kesepakatan krama dan dresta yang ada di masing-masing desa adat. Ada yang kalau anjingnya menggigit warga kena denda 500 kilogram beras, bahkan kalau sampai meninggal harus menanggung upacara ngabennya," jelas Wisandika.
Baca juga: Enam Kasus Rabies di Tabanan Bali, Kasus Gigitan Akhir Maret Timpa Warga Desa Batungsel
Meski pembuatan perarem ini tidak wajib, namun pihaknya mendorong agar seluruh desa adat segera membuatnya.
Mengingat tahun lalu kasus kematian dengan suspek rabies di Buleleng cukup tinggi.
Wisandika pun mengaku akan segera berkoordinasi dengan MDA kabupaten dan kecamatan, agar pembuatan perarem ini segera dikebut.
Ia kembali menargetkan pembuatan perarem ini tuntas hingga akhir April.
"Desa adat kami dorong untuk menindaklanjuti, untuk bersama-sama menanggulangi rabies. Kami akan surati lagi, berkoordinasi dengan MDA agar paling tidak sampai akhir April ini semua desa adat sudah membuat perarem tersebut," tandasnya. (rtu)