TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Wilayah Indonesia, termasuk wilayah Bali saat ini dirasakan mengalami perubahan suhu yang cukup signifikan.
Berdasarkan penjelasan Wulan Wandarana selaku Prakirawan BMKG Bali, hal ini disebabkan oleh terjadinya gerak semu matahari yang biasa dan terjadi setiap tahun.
Pergerakan ini terjadi berulang disetiap tahunnya mengakibatkan munculnya potensi suhu udara yang panas pun dapat terjadi berulang.
Untuk wilayah Indonesia sendiri, puncaknya terjadi pada bulan April, Mei, hingga Juni mendatang.
“Secara karakteristik fenomena, suhu udara panas di Indonesia merupakan pengaruh dari siklus gerak semu matahari tiap tahun."
"Inilah yang menyebabkan suhu udara panas dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya,” kata Wulan Wandarana.
Ciputat, wilayah di Tanggerang Selatan tercatat sempat mengalami peningkatan suhu hingga 37,2 derajat Celcius di wilayah Ciputat pada 17 April 2023 lalu.
Namun, hal itu hanya berlangsung sehari dan saat ini sudah mulai turun ke 34-36 derajat Celcius berdasarkan pantauan BMKG.
Suhu ini dijelaskan Wulan masih tergolong normal untuk wilayah Indonesia apabila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Baca juga: Mau Tangkil ke Pura Batur dan Pura Besakih? Simak Prakiraan Cuaca BMKG Bali Dalam 3 Hari ke Depan
Ditegaskan pula perubahan suhu yang cenderung semakin tinggi ini bukanlah bagian dari gelombang panas yang sedang terjadi di Asia.
Hal ini diketahui setelah ditinjau melalui karakteristik dan indikator statistik pengamatan suhu yang tidak dipenuhi oleh kondisi di Indonesia.
Terlebih lagi faktor suhu udara yang kemudian dikaitkan dengan terjadinya radiasi ultraviolet (UV) dari sinar matahari.
Terkait UV, masyarakat harus tetap mewaspadai melindungi diri misalnya menggunakan perangkat pelindung tabir surya ketika beraktivitas di luar ruangan.
“Tinggi rendahnya indeks UV tidak berpengaruh langsung pada suhu udara."
"Pola harian indeks UV di Indonesia dapat terjadi meskipun tidak ada gelombang panas,” tambah Wulan.