"Radiusnya masuk kawasan suci, ketika masuk radius kesucian berarti masuk hutan lindung. Berarti harus ada izin amdalnya," jelas Komang Ari Sumartawan.
Selain berada di radius kawasan suci, proses mengurus izinnya juga tak sesuai.
Menurutnya, pembangunan resort sekitar kawasan suci Pura Gumang, hanya menggunakan izin UKL serta UPL.
Tidak ada izin amdal. Sesuai dengan peraturan kementerian, ketika berdampingan dengan hutan lindung wajib menggunakan amdal.
"Sedangkan bangunan itu hanya menggunakan izin UKL & UPL dengan resiko rendah. Sesuai peraturan menteri lingkungan, ketika berdampingan dengan kawasan hutan lindung wajib menggunakan Amdal.
Saya sudah punya SK menteri, kawasan hutan lindung luasa lahan sebanyak 50 hektar,"tambah Sumartawan.
Luas bangunan (resort) dua hektar. Berdampingan langsung dengaan kawasan suci serta hutan lindung.
Sesuai peraturannya, bangunan itu harus Amdal. Pemerintah Daerah Karangasem seolah - olah tidak tahu dengan ada persetujuan lingkungan dari pusat. Pihaknya minta agar pembangunan distop.
Pihaknya menduga pembangunan resort dilakukan sebelum keluarnya izin. Masyarakat merasa keberatan dengan adanya pembangunan resort ini.
"Kita keberatan dengan pembangunan ini. Pembangunan dilakukan dari 2021. Gelombang penolakannya sudah dari tahun lalu. Izin UKL dan UPL baru keluar 22 Juni," imbuhnya.
Warga sempat memasang portal di lokasi pembangunan, tetapi dibongkar.
Masyarakat sudah beberapa kali sampaikan ke pemerintah, tapi tak digubris. Warga sempat mengancam, tapi tak ada tanggapan dari pemerintah.
Proyek tetap jalan. Seharusnya saat warga ajukan keberatan, pemerintah harus melakukan tindakan.
"Warga berharap agar pembangunannya ditutup. Pembangunan fisik sudah mencapai 50 - 60 persen.
Seandainya tidak mendapatkan respon, kita akan tempuh jalur lainnya dan upaya hukum.