TRIBUN-BALI.COM - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri resmi menunjuk Mahfud MD sebagai Cawapres pendamping Ganjar Pranowo pada Rabu 18 Oktober 2023 kemarin.
Bahkan, pasangan Ganjar-Mahfud MD ini telah mendaftarkan diri ke KPU RI pada hari pertama pendaftaran, Kamis 19 Oktober 2023.
Menanggapi penunjukkan Menko Polhukam sebagai Cawapres itu, pengamat politik Dr. Kadek Dwita Apriani, S.Sos., MIP menilai elektabilitas Mahfud MD tak terlalu dapat terbaca secara kewilayahan. Namun, dapat terbaca secara demografis.
Wanita yang merupakan Dosen Ilmu Politik Universitas Udayana itu memandang, Mahfud MD memiliki segmentasi di kalangan menengah dan terdidik.
Kelompok menangah dan terdidik ini, disebut dapat memengaruhi kelompok yang berada di level bawah.
Baca juga: PDIP Bali Target Menang Satu Putaran, Megawati Umumkan Mahfud MD Jadi Cawapres Ganjar Pranowo
Baca juga: Rektor Unud: Hormati Proses Hukum! Sidang Kasus Dugaan Korupsi SPI Ditunda karena Hakim Tak Lengkap
“Kelompok menengah ke atas ini, punya efek elektoral ke bawah yang cukup besar. Kalau misalnya yang level atas, aktivis dan kritis ini menularkan pilihannya ke level bawah, sepertinya sampai ke bawah,” pandangnya saat dihubungi Tribun Bali, Kamis 19 Oktober 2023.
Begitu juga di Bali, Mahfud MD dinilai sesuai dengan selera kelompok yang mulai antipati terhadap PDIP.
Sehingga, adanya Mahfud MD sebagai Cawapres pendamping Ganjar Pranowo dapat merangkul kembali kelompok yang nyaris hengkang tersebut.
“Jadi kelompok-kelompok yang mungkin di Bali sudah mulai antipati dengan PDIP, kelompok kritis, aktivis, dengan adanya Mahfud sepertinya cocok dengan selera mereka. Rasanya, kalau di Bali, kelompok yang dulunya hampir lepas dengan PDIP bisa di-grab kembali dengan alasan Mahfud MD,” imbuhnya.
Lebih jauh, alasan penunjukkan Mahfud MD sebagai Cawapres Ganjar Pranowo didasarkan pada upaya penegakkan hukum ke depan.
Pasalnya, kepuasan publik terhadap hukum masih rendah. Sehingga, Megawati Soekarnoputri memilih sudut “hukum” melalui sosok Mahfud MD.
“Selain pertimbangan elektabilitas, salah satunya hasil survei poin lain yang diangkat oleh PDIP.
Bahwa kepuasan publik terhadap hukum adalah yang paling rendah. Jadi capture-nya, diambil dari sana (hukum). Bukan sekadar elektabilitas,” pungkas pengamat sekaligus Dosen Ilmu Politik Universitas Udayana, Dr. Kadek Dwita Apriani, S.Sos., MIP.
(*)