Sejak penyerangan 7 Oktober 2023, 20.000 di Gaza terbunuh, mayoritas anak-anak dan perempuan.
Sementara itu, lebih dari 52.000 orang luka-luka dan angka tersebut akan terus bertambah.
Ia juga mengklaim, dalam waktu 3 bulan ini, warga sipil harus hidup dalam kondisi yang mengancam jiwa dan mengubah hidup.
“Saya sampai tak bisa menghitung berapa banyak ketika saya pikir krisis di Gaza tidak bisa lebih menyeramkan lagi. Tetapi itu terjadi lagi,” ujar Ghebreyesus dikutip dari Palestine Chronicle, dilansir Kompas.com.
“Dan dengan lebih dari 52.000 orang (dan terus bertambah) menderita luka-luka yang mengancam jiwa dan mengubah hidup, dalam waktu 3 bulan ini adalah hal yang mengerikan, dan yang terpenting sebuah parodi kemanusiaan,” keluhnya.
“Sebuah horor tak akhir bagi mereka yang terjebak di apa yang disebut sebagai neraka dunia,” tambahnya.
Baca juga: Upaya Gencatan Senjata Tak Membuahkan Hasil, Hamas dan Israel Masih Saling Tempur Rebutkan Gaza
Ghebreyesus pun menyerukan agar gencatan senjata segera dilakukan, dan ia mencantumkan poin-poin untuk menyimpulkan situasi saat ini.
Ia juga mengatakan dari 36 rumah sakit di sana, hanya sembilan yang berfungsi sebagian.
“Kita saat ini tengah menyaksikan, rata-rata sekitar 300 kematian setiap hari ketika perang berkecamuk, sistem kesehatan yang hancur dengan hanya 9 dari 36 rumah sakit di Gaza yang berfungsi sebagian, dan taka da satupun yang berfungsi di utara,” ujarnya.
Ia juga menambahkan banyaknya anak-anak yang menjadi yatim piatu setelah orang tuanya di bunuh, serta penyakit, kelaparan dan kekurangan air bersih, dan sanitasi yang menimbulkan risiko lebih lanjut selain bom dan peluru.
“Ruang kemanusiaan yang selalu berhaya dan terbatas untuk menyalurkan pasokan medis yang menyelamatkan jiwa,” katanya.
“Trauma kesehatan mental yang akan menghantui banyak orang selama bertahun-tahun. Pembantaian haarus dihentikan. Kami membutuhkan gencatan senjata sekarang,” sambungnya.