Mulai dari degradasi budaya, hingga adanya crowd pada daerah-daerah tertentu.
“Saya dengar, Terkait dengan pemerataan Bali Utara. Itu sangat pas.”
“Hanya saja jika tidak disertai penyiapan daerah yang akan dituju, maka bisa menimbulkan masalah baru. Degradasi budaya, termasuk juga crowd yang berlebihan,” ungkapnya.
Mengatasi hal itu, Gus Agung menyarankan agar nantinya pengembangan tourism di Bali ini didasarkan pada masing-masing keluarga di Bali.
Harapannya, kata dia, masyarakat bisa menjadi tuan di rumahnya sendiri. Selain itu, hal ini juga dipandang dapat mengurangi keinginan masyarakat untuk urban.
“Bagaimana mengembangkan tourism ini based on family. Harapan kita bagaimana masyarakat bisa menjadi tuan di rumah sendiri.”
“Ini in line, karena ketika berbasis pada masyarakat, berarti di situ tidak ada kebutuhan mereka untuk urban. Sehingga potensi peningkatan problematika di kota bisa terdistribusi,” jelasnya.
Sementara itu, Putu Sugi Wisnawa dari komunitas kreatif Klungkung menuturkan, sejumlah tantangan yang dihadapi pihaknya di Nusa Penida yakni soal air, listrik dan infrastruktur jaringan.
Tak hanya itu, sejumlah wilayah di Nusa Penida Klungkung juga belum terjamah jaringan internet.
“Kendala yang kami hadapi yaitu air, listrik, dan infrastruktur jaringan. Pelabuhan juga kami belum punya.”
“Jaringan juga beberapa. Masih ada blank spot. Jadi teman-teman untuk bekerja dari rumah kesulitan,” ungkapnya.
Singkat namun padat, Gibran menuturkan sejumlah hal yang diutarakan Sugi merupakan PR baginya.
“Itu PR itu. Siap,” pungkasnya. (*)