TRIBUN-BALI.COM - Dalam aliran hukum positif yang dianut oleh hukum di Indonesia, perlu dipisahkan secara tegas antara hukum dan moral. Yakni antara hukum yang berlaku dengan hukum yang seharusnya, antara Das Sein dan Das Sollen.
Begitu kaku-nya aliran hukum positif yang kadang tidak mencerminkan rasa keadilan, maka Prof. Satjipto Rahardjo mengajarkan aliran hukum progresif, dimana antara Das Sein dan Das Sollen saling mengisi, tidak terpisahkan .
Sesungguhnya, hukum juga berkaitan dengan moral karena hukum mencerminkan nilai-nilai etika dalam aturan aturannya, meskipun hukum dan moral tidak selalu identik, karena aturan hukum positif.
Baca juga: Kronologi Penyerangan Anggota TNI di Lapangan Futsal di Kerobokan, Diduga Berawal dari Salah Paham
Etika sendiri adalah ladang tempat hukum ditemukan dan hukum itu sendiri merupakan pengejawantahan dari aturan formal yang diberikan sangsi.
Dalam filsafat hukum, kita mengenal tingkatan hukum yang berawal dari nilai, asas, norma dan Undang – undang.
Artinya, pada saat hukum itu dibuat maka disitulah nilai - nilai norma dan etika sudah melekat. Para pembentuk undang - undang sendiri adalah para ahli dan pakar dibidangnya, yang menggunakan dan mempertimbangkan etika hukum .
Kalaupun ada sesuatu yang kurang jelas dalam norma hukum yang tertulis dalam pasal-pasal Undang - undang, maka perlu adanya penafsiran dan harus diuji di Mahkamah Konstitusi.
Baca juga: Diduga Hamili Anak di Bawah Umur dan Berkebutuhan Khusus, Zakaria Terancam 15 Tahun Penjara
Bukan karena etika, lalu norma hukum dan bunyi dari UUD itu sendiri dijadikan komuditas politik,
contoh yang baru saja formal dan diperdebatkan yang muncul di media adalah soal apakah presiden boleh kampanye, baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain ?
Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dalam pasal 299 ayat (1) presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye dan ayat (2) pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota partai politik mempunyai hak melaksanakan kampanye.
Sementara dalam Pasal 304 ayat (1), dalam melaksanakan kampanye Presiden dan Wakil Presiden, Pejabat Negara, Pejabat Daerah, dilarang menggunakan fasilitas negara.
Fasilitas negara berupa apa saja, dituangkan dalam ayat (2) dari Pasal 304.
Sedangkan Pasal 305 mengatur tentang fasilitas negara yang melekat pada jabatan presiden dan wakil presiden yang harus dilakukan sesuai situasi dan kondisi secara profesional dan proporsional .
Dengan adanya pasal didalam Undang – undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tersebut, hak kampanye yang diberikan kepada Presiden dan Wakil Presiden adalah hak demokrasi sebagai warga negara yang kebetulan menjabat presiden.
Sedangkan uji materi menyangkut batas umur minimal dari pada Capres dan Cawapres yang telah diputuskan oleh MK dalam perkara Nomor 90 Tahun 2023, berkaitan dengan norma hukum , atau subtansi bunyi undang - undang yang dianggap bertentangan dengan norma dari UUD 1945 sebagai hukum dasar negara.
Menyangkut norma yang diuji maka, berlaku bagi seluruh warga negara, yang tidak lagi membedakan jenis kelamin, suku, ras maupun agama, kebetulan saja setelah keluarnya putusan MK, maka Gibran Raka buming Raka, sebagai calon wakil presiden dari Prabowo Subiyanto, anak seorang Presiden.