Viral Wacana Pemakzulan Terhadap Jokowi, Lantas Apa Arti dari Pemakzulan Menurut UUD 1945?

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Persidangan - Viral Wacana Pemakzulan Terhadap Jokowi, Lantas Apa Arti dari Pemakzulan Menurut UUD 1945?

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Sebuah wacana sempat viral soal pemakzulan terhadap Presiden Indonesia saat ini, Joko Widodo soal dugaan kecurangan Pemilu 2024.

Sejumlah tokoh yang mengatasnamakan diri sebagai Petisi 100 jadi kelompok yang menyuarakan hingga pelengseran Presiden Joko Widodo.

Lantas, apa yang dimaksud dengan Pemakzulan atau impeachment ini?

Dilansir dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pemakzulan berasal dari kata makzul yang berarti berhenti memegang jabatan; turun takhta.

Baca juga: Bemula Dari Asam Lambung, Hingga Berbudidaya Madu Kale

Memakzulkan:

1. Menurunkan dari takhta, memberhentikan dari jabatan;

2. Meletakkan jabatannya (sendiri) sebagai raja; berhenti sebagai raja.

Menurut Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 1, Februari 2010, Syarat pemakzulan Ihwal pemakzulan terhadap Presiden diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Menurut Pasal 7 UUD 1945, Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

Namun, sebelum tuntas masa jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden dapat diberhentikan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atas usul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Mengacu Pasal 7A UUD 1945, Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam situasi tertentu, yakni:

Apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya;

Melakukan perbuatan tercela; Apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Baca juga: Perumda Tirta Hita Akan Pasang Booster Spam Cegah Gangguan Layanan di Kota

Persidangan dilakukan oleh Pleno Hakim yang sekurang kurangnya oleh 7 orang hakim konstitusi. Sidang Pleno dipimpin oleh Ketua Mahkamah Konstitusi dan bersifat terbuka untuk umum [Pasal 9 ayat (1) dan (2)].

Persidangan berlangsung dalam 6 tahap sebagai berikut:

Halaman
123

Berita Terkini