TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Sorotan hangat berita viral Bali, Pemerintah Provinsi Bali akhirnya resmi mengeluarkan aturan larangan pendistribusian dan jual-beli daging anjing.
Aturan tersebut tertuang pada Perda Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan ketertiban umum, ketentraman masyarakat dan perlindungan masyarakat.
Pada pasal 28 (1) A menyebutkan, peredaran dan jual beli daging anjing sebagai tindak pidana dengan ancaman hukuman maksimal 3 bulan penjara atau denda minimal Rp 50 juta.
Saat ini keberadaan rumah makan yang menawarkan hidangan berbahan dasar daging anjing masih ditemui khususnya di Kota Denpasar.
Baca juga: Viral Bali: Laka Maut Nusa Penida Komang Ayu & Bayinya Tak Tertolong, Ribut di Mengwi Berakhir Damai
Daging anjing memiliki pangsa pasar tersendiri. Bahkan hingga kini masih ada masyarakat yang gemar mengonsumsi daging anjing.
Lantas apakah bahaya yang mengintai jika kita mengonsumsi daging anjing?
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, dr I Nyoman Gde Anom mengatakan salah satu penyakit yang akan muncul usai mengonsumsi daging anjing adalah zoonosis.
“Berbicara dari segi kesehatan terkait konsumsi daging anjing adalah kita mengenal penyakit zoonosis,” ucap Anom kepada Tribun-Bali.com.
Penyakit zoonosis adalah penyakit pada manusia yang ditularkan melalui binatang, khususnya pada anjing yang dapat menuarkan penyakit seperti rabies, kecacingan, toxoplasama serta bila daging anjing dikonsumi melalui pengolahan yang tidak sehat.
Selain itu, mengonsumsi daging anjing juga dapat menimbulkan penyebaran bakteri seperti salmonella serta E. Colli.
Sehingga dengan adanya aturan larangan konsumsi anjing di Bali yang dikeluarkan Pemprov Bali tentu dapat mencegah kejadian penyakit-penyakit Zoonosis tersebut.
“Sampai saat ini Dinas Kesehatan belum memiliki data pasti terkait tren konsumsi makan daging anjing di Bali. Harapannya tentu dengan dikeluarkannya peraturan tersebut derajat kesehatan masyarakat di Bali tetap terjaga terutama dari penyakit zoonosis,” tutupnya.
Baca juga: Berita Viral Bali: Anggota TNI Dikeroyok di Kerobokan hingga WNA Australia Dideportasi dari Bali
Cerita Warung Penjaja Daging Erwe di Bali
Meski sengaja tidak dicantumkan di menu makanan yang dipajang di warung makan, namun olahan daging anjing atau RW (Erwe) Rintek Wuuk (Bulu Halus, red) dalam terminology Manado, tersaji untuk pelanggan penikmat kuliner olahan ini.
Penjual tampak standby di depan warung dengan ramah menyapa pengunjung.
Saat ditanya apakah menyediakan daging RW, dengan sigap penjual langsung menjawab iya.
Sang penjual pun segera menyiapkan sajian berupa nasi putih dan olahan daging RW yang sudah masak di sebuah wadah penyaji makanan.
Satu porsi berisi daging RW dengan cita rasa pedas dan nasi serta satu botol air mineral dibanderol tidak lebih dari harga Rp 50 ribu.
Memang tak hanya daging RW, warung yang berada di salah satu sudut Kota Denpasar yang sudah buka sejak tahun 2008 ini juga menyediakan olahan daging babi dengan bumbu yang khas dari warung ini.
Pelanggan demi pelanggan datang untuk menikmati kuliner khas yang digemari sebagian masyarakat ini.
Di beberapa daerah di Indonesia, meski kecaman terus mengalir, daging anjing masih disantap baik dijual secara terang-terangan maupun terselubung.
Selain Manado, terminologi masakan anjing dikenal berbeda-beda di daerah-daerah, seperti kode B1 berasal dari kata biang yang bahasa Batak adalah anjing.
Di beberapa kota di Jawa seperti Solo dan Yogyakarta, sate daging anjing disamarkan dengan sebutan "rica-rica/sate jamu" serta kerap disebut tongseng daging anjing disingkat sengsu, singkatan dari tongseng asu dalam bahasa Jawa. Bahkan ada yang terang-terangan menuliskan Rica-rica Guguk.
Di Bali pun masih ada banyak penjual makanan dengan menu daging anjing. Salah satunya Pepe (nama samara, red) yang berjualan di Kota Denpasar.
Pepe menyebutkan bahwa pelanggannya sangat banyak di wilayah Denpasar, baik orang dari luar Bali maupun warga lokal Bali.
Bahkan saat ramai-ramainya ia pernah menghabiskan sampai dengan 20 ekor anjing dalam sehari.
"Pernah sehari 20 ekor anjing waktu ada tenaga (karyawan, red) yang membantu. Sekarang karyawan pulang, jadi sekarang untuk pesan daging ada tempat pesan khusus," ucap Pepe merahasiakan distributor pemasok daging anjingnya.
"Menu tidak dicantumkan tapi orang sudah paham, banyak langganan dari luar Bali dan Bali.
Daging sekarang saya pesan khusus. Dulu jagal sendiri, karena karyawan pada pulang, jadi semampu saya," imbuhnya.
"Langganan pun sudah berkurang, setelah sempat saya tinggal banyak ada tutupnya, buka 2008, banyak pelanggan, tahun 2016 sempat saya tinggal pulang kampung," jabar Pepe.
Penjaja kuliner anjing di Denpasar tidak sedikit, namun ia mengaku bahwa warung-warung lain belajar dari dia dalam pengolahan daging anjing.
"Persaingan banyak, saya punya harga paling mahal. Saya kaget, di depan sana ada, teman-teman itu saya ajari masak kualitas saya tahu, porsi saya banyak," tuturnya.
Sulawesi memang terkenal dengan kuliner-kuliner ekstrem yang tak lazim bagi khalayak umum.
Namun bagi mereka, hewan berkaki empat sudah menjadi kudapan yang lumrah, seperti daging anjing, daging biawak, daging ular, daging tikus, daging kucing, daging katak hingga daging kelelawar.
"Di sana pokoknya berkaki empat, sekarang saya mau tambah menu kelelawar, ada permintaan di sini, tapi belum dapat kelelawar yang bagus seperti di Sulawesi, saya sedang cari channel," tuturnya.
Meskipun kini penjualan daging anjing dibatasi dan banyak kecaman keras, namun ia mengaku terus berjuang mempertahankan usaha yang dirintis keluarganya dan dianggap sebagai tradisi dan perputaran ekonomi tersebut.
Sementara itu, salah satu penikmat daging anjing, Hendri mengaku pernah menggilai olahan daging anjing sejak di bangku sekolah.
Namun dua tahun belakangan ia memutuskan menyetop mengkonsumsi daging anjing karena tersadar merasa kasihan dengan hewan peliharaan ini.
Menurutnya, saat mengkonsumsi daging anjing, ia merasakan memiliki stamina lebih, namun saat awal-awal mencoba lepas untuk daging anjing sempat merasakan lemas.
"Saya dulu sering makan Erwe di daerah Badung. Sejak SMP, saya merasakan stamina lebih kuat, namun dua tahun terakhir saya memutuskan untuk setop, saya kasihan melihat anjing, sekarang sudah tidak tega," tuturnya.
Yang pun pernah punya kisah menggelikan saat mengkonsumsi daging anjing, hingga memunculkan rasa penasaran dan iba.
"Saya pernah makan nyangkut mimis (proyektil peluru, red). Saya sangat kasihan apa mereka dibunuh dengan ditembak?” ujar Hendri mengisahkan.
(Tribun Bali/Sari/Adrian Amurwonegoro)