Sidang Dugaan Korupsi SPI Unud, Kuasa Hukum Pertanyakan Nama Seseorang yang Tak Tersentuh
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sidang dugaan korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) mahasiswa baru (maba) seleksi jalur mandiri Unud tahun 2018-2022 kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Selasa, 13 Februari 2024.
Sidang kali ini mengagendakan jawaban (duplik) dari tim penasihat hukum mantan Rektor Universitas Udayana (Unud) Prof. DR. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng.IPU atas tanggapan (replik) tim Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Baca juga: Tidak Melakukan Korupsi Dana SPI Unud, Tim Hukum Minta Prof Antara Dibebaskan
Ditemui usai sidang, Prof Antara menyatakan, dalam replik semua dijabarkan oleh tim penasihat hukumnya.
Pula dirinya menegaskan tidak ada pemaksaan dalam SPI dan tidak ada pungutan liar (pungli) seperti yang dituduhkan tim JPU dalam dakwaan.
"Kami sudah menyampaikan hal-hal yang memang apa adanya, jujur dan terbuka. Sehingga sudah terungkap di persidangan secara terbuka."
Baca juga: Sidang Dugaan Korupsi SPI Unud, Tiga Pejabat Unud Ini Dituntut Penjara 5 dan 4 Tahun
"Fakta persidangan sudah menyatakan dan bersama kita lihat tidak ada kerugian negara. Itu yang paling penting," tegasnya.
I Gede Pasek Suardika selaku anggota tim penasihat hukum Pro Antara menyambung, sejumlah pertanyaan yang diajukan dalam nota pembelaan (pledoi) tidak mendapat tanggapan dari tim JPU.
"Semua pertanyaan kami dalam pledoi tidak terjawab. Oke, Prof Antara dituduh pungli dikenakan pasal 12 e, dan kami sudah tanya banyak hal. Ternyata tidak dijawab oleh JPU. Artinya dengan tidak dijawab berarti dalil kami benar," ucapnya.
Baca juga: Sidang Dugaan Korupsi SPI Unud, Tim Hukum Prof Antara Cecar Ahli Akuntan
Pihaknya mempertanyakan, ada nama seseorang yang disebut dan tidak tersentuh juga tidak dijawab oleh JPU.
"Pertanyaan-pertanyaan ini sangat penting bagi kami, karena mens rea dan latar belakang dari kasus ini apa niatnya. Dari pertanyaan kami yang begitu banyak, kalau memang tidak dijawab atau tidak ada jawaban, berarti ada sesuatu yang tidak beres dalam kasus ini," ujar Pasek Suardika.
Pasek Suardika pun yakin majelis hakim membaca rangkaian perkara ini.
Baca juga: BREAKING NEWS: Prof Antara Dituntut Pidana Penjara 6 Tahun Kasus Dugaan Korupsi SPI Unud
"Saya yakin majelis hakim sudah membaca itu. Pertanyaan cuma satu. Berani nggak? Dalam praktik peradilan tidak semua berani. Dari pengalaman saya, kalau bebasin kasus korupsi itu tidak akan berani nanti hakimnya diperiksa."
"Mudah-mudahan ini tidak terjadi, karena fakta sidang kan sudah dilihat juga," imbuhnya.
Kembali berbicara pasal 12 e yang menjerat Prof Antara, kata Pasek Suardika tidak bisa dijelaskan oleh tim JPU. Siapa yang menerima pungli, siapa yang menyerahkan uang pungli, siapa menjadi korban dan siapa yang melakukan pemaksaan.
Baca juga: Sidang Kasus Dugaan Korupsi SPI Unud, Tim Hukum Prof Antara Hadirkan Tiga Ahli
"Siapa itu saja belum ketemu, apalagi mau bicara soal nilainya. Sehingga semua tidak muncul di pasal 12 e. Jadi pilihan paling adil memang bebas. Karena memang tidak ada peristiwa pungli ataupun korupsi."
"Kalau tetap dihukum itu namanya dark justice, kriminalisasi. Itu yang tidak boleh ada di zaman reformasi," tegasnya.
"Apalagi nilai kerugian tidak ada, malah negara tambah kaya. Ini kalau sampai dihukum, pertama kali dalam sejarah di Indonesia ada kasus korupsi di mana negara bertambah kaya. Kalau diputus bebas sudah selayaknya begitu," imbuh Pasek Suardika.
Agus Saputra yang juga anggota tim penasihat hukum terdakwa Prof Antara juga menyatakan hal senada, bahwa tidak ada kerugian negara dalam perkara ini. pula terdakwa tidak menerima keuntungan, atau menerima aliran uang.
"Sampai sekarang tidak ada. Sekarang Unud berjalan dengan normal, tidak ada gejolak, tidak ada mahasiswa yang dikeluarkan, tidak ada kerugian yang menyebabkan pembangunan atau perjalanan ajar mengajar terganggu."
"Tidak berlebihan kalau kami tim PH berpikiran kalau terdakwa harus bebas," tegasnya.
Terpisah, tim JPU I Nengah Astawa mengatakan, sejumlah pertanyaan yang dilayangkan tim penasihat hukum terdakwa telah dijawab dalam replik.
Menurutnya, apa yang disampaikan tim penasihat hukum itu masih berkutat tentang penilaian hasil auditnya.
"Kami sudah jelaskan dalam replik, bahwa untuk menilai ahli, surat sudah diparameternya. Itu diatur dalam KUHAP. Itu memang tidak tanggapi."
"Kami hanya menilai bahwa itu sudah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam KUHAP maka keterangannya itu sudah sah menjadi alat bukti ahli dan surat," paparnya.
Terkait dengan pasal 12e, kata I Nengah Astawa, bantahan dari tim penasihat hukum adalah versi mereka. Begitu pula sebaliknya. Ia menegaskan, JPU tetap pada tuntutan.
"Kami tetap pada tuntutan, karena mereka tetap juga menggiring dan selalu berusaha menggeser pembuktian daripada jaksa. Kami tetap pada pasal 12 e bahwa ada niat, terkait keuntungan itu adalah motivasi, sesuai yang disampaikan oleh ahli Khairul Huda bahwa keuntungan itu adalah motivasi yang tidak perlu terwujud yang penting proses penyerahan uang selesai. Pada saat itu deliknya selesai," tutupnya. (*)