Kasus SPI Unud

Sidang Dugaan Korupsi SPI Unud, Tiga Pejabat Unud Ini Dituntut Penjara 5 dan 4 Tahun

Sidang Dugaan Korupsi SPI Unud Tiga Pejabat Unud Ini Dituntut Penjara 5 dan 4 Tahun

Penulis: Putu Candra | Editor: Fenty Lilian Ariani
Tribun Bali/Putu Candra
Prof Antara menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor Denpasar, Selasa 23 Januari 2024. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Tiga pejabat Universitas Udayana (Unud) yang ikut terseret dalam perkara dugaan korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) mahasiswa baru (maba) seleksi jalur mandiri Unud tahun 2018-2022 dituntut berbeda.

Terdakwa Dr. Nyoman Putra Sastra (berkas terpisah) dituntut pidana penjara selama 5 tahun, denda Rp 200 juta sunsidair 2 bulan kurungan. 

Sedangkan terdakwa I Ketut Budiartawan dan I Made Yusnantara dituntut pidana penjara masing-masing selama 4 tahun denda Rp 200 juta sunsidair 2 bulan kurungan.

Surat tuntutan terhadap ketiga terdakwa tersebut dibacakan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sefran Haryadi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Selasa, 23 Januari 2024.

Dalam surat tuntutan, berdasarkan uraian analisis fakta dan analisis yuridis tim JPU menyimpulkan, ketiga terdakwa tersebut mengetahui jika pungutan SPI yang dikenakan kepada calon maba seleksi jalur mandiri Unud tahun 2020 hanya berdasarkan Surat Keputusan Rektor Unud, tanpa ada penetapan dari Menteri Keuangan. 

"Karena dalam rapat persiapan penerimaan mahasiswa baru seleksi jalur mandiri tahun akademik 2020/2021 para terdakwa ikut dalam rapat dan mengetahui jika saksi Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M. Eng., IPU pernah meminta dasar hukum pungutan Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) yang saat itu belum ada Surat Keputusan Rektornya maupun penetapan dari Menteri Keuangan," papar JPU Sefran. 

Juga disebutkan JPU, terdakwa Budiartawan dan Yusnantara mengetahui dalam beberapa kali rapat persiapan penerimaan maba seleksi jalur mandiri Unud tahun akademik 2020/2021 yang dipimpin saksi Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M. Eng., IPU, telah memerintah Putra Sastra untuk segera mengupload besaran nilai SPI dan membuka pendaftaran secara online melalui website.

Sehingga terdakwa Budiartawan mengirimkan draf nilai SPI dalam bentuk file excel kepada Putra Sastra. Di mana sebelumnya, file itu diperoleh Budiartawan dari terdakwa Yusnantara. 

Selain itu disimpulkan tim JPU, bahwa Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) selaku rektor, Prof Antara selaku ketua tim penerimaan maba seleksi jalur mandiri, Nyoman Putra Sastra, selaku Kepala USDI,  Budiartawan selaku anggota tim dan Yusnantara selaku sekretaris tidak ada upaya untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai program studi dan besaran nilai SPI yang dipungut.

Baca juga: Dituntut Bui 6 Tahun, Prof Antara Lakukan Upaya Pembelaan


Akibat perbuatan ketiga terdakwa tersebut bersama saksi Raka Sudewi dan Prof Antara telah menerima pembayaran SPI dari calon maba tahun 2020 dengan jumlah Rp 65.017.415.000 dari 1.796 orang calon maba. Ini termasuk di dalamnya 51 calon maba yang memilih program studi yang tidak masuk dalam Keputusan Rektor Unud dengan nilai total sebesar Rp 236.400.000.

Oleh karena itu terdakwa Putra Sastra dinyatakan, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. 

Sedangkan terdakwa Budiartawan dan Putra Sastra dinilai melanggar Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

Atas tuntutan JPU, ketiga terdakwa melalui masing-masing tim penasihat hukumnya akan mengajukan pembelaan (pledoi) secara tertulis. Nota pembelaan akan dibacakan pada sidang pekan depan.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved