TRIBUN-BALI.COM - I Wayan Budiarta (38) terancam tujuh tahun dan dua bulan penjara. Jaksa Penuntut Umum (JPU) melayangkan tuntutan dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.
Budiarta ditangkap saat menempel sabu di wilayah Sanur, Denpasar. Oleh JPU, Budiarta dinyatakan terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan tanpa hak atau melawan hukum menjadi perantara dalam jual beli atau menerima narkotik golongan I dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 gram.
"Wayan Budiarta dituntut pidana penjara tujuh tahun dan dua bulan dikurangi selama berada dalam tahanan. Pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider enam bulan penjara," kata anggota penasihat hukum terdakwa, Mochammad Lukman Hakim, Senin (15/4).
Atas tuntutan JPU, kata Lukman, pihaknya telah mengajukan pembelaan (pledoi) secara lisan. Ia meminta agar majelis hakim menjatuhkan hukuman ringan kepada terdakwa, lantaran terdakwa sudah mengakui dan menyesali perbuatannya.
Baca juga: FLOBAMORA Bali Minta Polisi Menindak! Keributan Diduga Antar Warga Sumba di Bajra Sandhi
Baca juga: Goa Jepang, Objek Bersejarah yang Tak Terawat, Pemkab Klungkung Upayakan Predikat Cagar Budaya
Dalam surat dakwaan JPU, Budiarta ditangkap bermula dari informasi yang sampai ke telinga Satnarkoba Polresta Denpasar. Disebutkan, Budiarta kerap melakukan transaksi narkoba.
Polisi mengintai dan melihat Budiarta sedang berjalan kaki di pinggir Jalan Tukad Anyar, Sanur, Denpasar Selatan. Saat itu, gerak-gerik Budiarta dianggap mencurigakan seperti tengah mencari sesuatu. Polisi menciduk dan melakukan penggeledahan. Ditemukan lima paket sabu.
Budiatar mengaku masih menyimpan narkoba di kos pacarnya, di Jalan Pakusari, Sesetan, Denpasar Selatan. Penggeledahan berlanjut. Di sana ditemukan lAgi sabu, alat hisap, timbangan digital, dan plastik klip kosong. Total sabu yang disita sebanyak enam paket dengan berat keseluruhan 9,70 gram.
Kembali diinterogasi, terdakwa mengaku semua sabu diperoleh dari Komang (buron). Ia hanya bekerja mengambil dan menempel kembali sabu itu sesuai perintah Komang dengan dijanjikan upah Rp 500 ribu.
Jaringan Medan-Bali
Dalam kasus lainnya, Muhammad Aldy dituntut pidana bui enam tahun oleh JPU. Ia terlibat jaringan peredaran narkotika Medan-Bali. Aldy ditangkap oleh petugas Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Bali di kamar kosnya di wilayah Jimbaran, Badung.
Dari penangkapan terdakwa, petugas menyita tiga bungkus kopi robusta yang di dalamnya berisi puluhan pil ekstasi yang dikirim dari Medan. "Terdakwa Aldy dituntut pidana penjara selama 6 tahun, denda Rp 2 miliar subsider 6 bulan penjara," kata Aji selaku penasihat hukum terdakwa.
Atas tuntutan JPU, ia akan mengajukan pembelaan atau pledoi pada sidang yang akan berlangsung Selasa hari ini. Oleh JPU, Aldy dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan I bukan tanaman yang beratnya melebihi 5 gram.
Aldy diringkus di kosnya, Jalan Puri Mumbul Permai, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung, 21 Desember 2023, pukul 13.00 Wita. BNNP Bali mengawasinya saat masuk ke area kos dengan gelagat mencurigakan sembari membawa paket kiriman
Petugas pun mendatangi Aldy dan menanyakan perihal paket kiriman yang dibawanya. Aldy menerangkan, paket itu baru saja diambilnya dari kurir jasa pengiriman.
Petugas BNNP membawa Aldhy ke kamar kosnya. Petugas menggeledah isi paket yang dikirim oleh Afipudin dari Medan. Setelah dibuka, paket itu berisi tiga bungkus kopi robusta yang di dalamnya berisi pil ekstasi dengan jumlah bervariasi.
Satu bungkus berisi 48 butir tablet ekstasi dengan berat keseluruhan 17,25 gram, bungkus kedua berisi 50 butir pil ekstasi seberat 17,99 gram, dan bungkus ketiga berisi 61 butir pil ekstasi dengan berat 20,05 gram. (can)