Permintaan para sesepuh itu, sambungnya, dimulai dari menjadi kepala wilayah di Banjar Belatung, Desa Pandak Gede.
Sembari masih menjadi pegawai hotel, dirinya akhirnya diminta mengabdi. Di situ, dirinya benar-benar menolong masyarakat. Yang tidak pernah disadari atau sengaja berdampak besar pada pemuda hingga orangtua di desa.
“Sejak jadi kawil saya itu tidak sadar ternyata banyak membantu orang. Mulai orang sakit saya bantu mencari kamar. Butuh darah saya carikan.
Anak orang mau masuk sekolah saya bantu dan hal lainnya. Dan saya tidak sadar membantu itu. Itu sudah saya lupakan.
Ternyata pada saat Pileg kemarin itu, saat saya maju mereka yang saya bantu itu, malah datang dan berjanji membantu saya. Dan saya Astungkara menang,” kata pria kelahiran 1978 itu.
Disinggung soal, kebenaran bahwa sering tokoh Pandak Gede gagal melaju ke dewan. Karena suara warga Pandak terbelah. Ajik Bobby mengakui, bahwa memang itu benar.
Sudah beberapa kali orang Pandak Gede maju dan gagal. Suara tidak bulat seperti saat dirinya maju. Dari 5.000 pemilih sekitar 4.617 percaya kepadanya. Artinya warga Pandak Gede percaya kepadanya.
“Saya itu dahulu seperti sampah di masyarakat. Karena peminum. Tapi saya tidak pernah mencari ribut. Saya juka tahu bagaimana harus membantu orang.
Ternyata kegiatan positif dan investasi sosial yang mengalir sendiri itu, yang membuat saya dipilih (akan dilantik menjadi anggota dewan).
Jujur saya tidak ada cita-cita menjadi kawil, perbekel dan dewan. Karena cita-cita saya hanya pegawai hotel dengan gaji cukup tinggi. Sudah itu saja,” bebernya.
Kalau harus memilih, Ajik Bobby mengaku, bahwa gaji menjadi pegawai hotel lebih menggiurkan. Di hotel dirinya bisa mendapat Rp 12 juta per bulan.