TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bali, Ketut Sumedana meminta para pengusaha melaporkan jika ada pemerasan yang dilakukan pengurus desa.
Hal ini disampaikan Ketut Sumedana buntut dari terjaringnya Bendesa Adat Berawa, Badung I Ketut Riana dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati).
"Kalau ada korban silakan lapor. Tidak hanya di Berawa, semua daerah yang ada di Bali. Mumpung Kajatinya orang Bali," tegasnya, Kamis, 2 Mei 2024.
Baca juga: Pohon Tiba-tiba Tumbang di Jalan Raya Buruan, BPBD Gianyar Imbau Warga Waspada Cuaca Ekstrem
Ia pun meminta pengusaha atau korban tidak takut melaporkan jika terjadi pemerasan.
Ketut Sumedana pun memberi peringatan keras.
"Laporkan ke Kejati Bali, tidak usah ada proses. Saya akan amankan mereka. Ini peringatan bagi siapapun yang melakukan hal (pemerasan) seperti ini," tegasnya kembali.
Baca juga: Menakar Kans Persebaya, Arema, Persis & Dewa United Berebut Pemain Ini di Bursa Transfer Liga 1 2024
Dikatakannya potensi pemerasan juga terjadi di daerah pariwisata lainnya selain di Desa Adat Berawa.
Hal itu berdampak buruk bagi citra pariwasata Bali di mata investor.
"Kami ingin setelah kejadian ini tidak ada lagi hal seperti ini. Tapi kami selalu akan mengintip, memonitoring segala kegiatan yang terkait dengan upaya-upaya pemerasan seperti ini," tutup Sumedana.
Kronologi OTT Bendesa Adat Berawa
Bendesa Adat Brawa, Badung I Ketut Riana terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh tim penyidik pidana khusus (pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali di Cafe Casa Bunga, Renon sekitar pukul 16.00 Wita.
Riana ditangkap bersama tiga orang lainnya terkait dugaan pemerasan kepada pengusaha yang akan melakukan jual beli tanah di Berawa.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bali, Ketut Sumedana membeberkan kronologi dugaan pemerasan yang dilakukan oleh Ketut Riana.
"Kronologis perkara ini, KR selaku bendesa adat telah melakukan upaya pemerasan dalam proses transaksi jual beli yang dilakukan oleh pengusaha AN dengan pemilik tanah yang ada di Desa Berawa, Badung," ungkapnya kepada awak media, Kamis, 2 Mei 2024.
"Kami tidak saja menelusuri yang bersangkutan pada saat penangkapan, kami sudah maping juga transaksi yang bersangkutan melalui komunikasi WA," sambung Ketut Sumedana.
Riana diduga meminta uang kepada pengusaha yang melakukan proses jual beli tanah di wilayah Desa Adat Berawa.
Riana sendiri telah menerima uang Rp 50 juta dari pengusaha itu sebagai uang muka, dan Rp 100 juta saat terjaring OTT dari total yang diminta Rp 10 miliar.
"KR meminta uang Rp 10 miliar atas transaksi yang dilakukan oleh AN dengan seorang pemilik tanah. Sehingga dalam prosesnya, bulan Maret 2024 telah dilakukan beberapa kali transaksi oleh AN selaku pengusaha kepada KR," beber Sumedana.
Lebih lanjut Ketut Sumedana mengatakan, disinyalir semua proses jual beli tanah yang terjadi di Desa Adat Berawa harus melalui perizinan Riana selaku bendasa adat.
"Karena semua transaksi pembelian tanah di Berawa itu harus melalui perizinan dari mereka, baru bisa diclearkan ke tingkat notaris dan sebagainya. Kalau tidak ada perizinan dari mereka maka tidak ada tindak lanjut ke notaris," katanya.
Pendampingan Hukum
Menyikapi hal itu, Dinas Kabupaten (Disbud) Badung selaku Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang menaungi desa adat mengaku belum mendapat informasi itu secara resmi.
Kendati demikian pihaknya akan berupaya memberikan pendampingan hukum berkoordinasi dengan bagian terkait, jika kasus operasi tangkap tangan (OTT) dengan barang bukti Rp10 miliar ini terbukti.
“Mungkin kami masih praduga tak bersalah, mungkin yang bersangkutan (bendesa adat -red) ada di tempat yang salah pada waktu yang salah, kan mungkin begitu. kita coba lihat dulu kasusnya,” ujar Kadisbud I Gede Eka Sudarwitha, Kamis 2 Mei 2024
Melihat kondisi itu, pihaknya akan mencoba berkoordinasi dengan bagian terkait untuk memberikan pendampingan hukum.
“Kami dari Dinas Kebudayaan akan mencoba memfasilitasi atau mengkoordinasikan bantuan hukum, karena pendampingan hukum sudah ada yang menangani Bagian Hukum Kabupaten Badung. Sebab, sebagai krama Kabupaten Badung tetap kami asistensi apa yang diperlukan,” ucapnya.
Kendati demikian mantan camat Petang itu mengaku, jika kasus hukum itu memang kesalahan bendesa, dan dipastikan bersalah, harus diselesaikan sesuai aturan yang berlaku.
Disinggung mengenai tugas sebagai bendesa adat, pihaknya mengaku akan dialihkan kepada pengurus adat lainnya.
Dengan begitu adanya kasus tersebut tidak mengganggu kegiatan adat di desa tersebut.
“Swadarma tetap berjalan seluruh kewajiban akan diambil alih, karena kegiatan adat harus tetap berjalan,” katanya.
Lebih lanjut Gede Eka Sudarwitha berharap seluruh perangkat desa menghormati dan mentaati peraturan perundang-undangan agar tidak tersangkut kasus hukum.
“Kami harapkan kepada prajuru adat di Kabupaten Badung menjalankan kewajibannya sebagai prajuru menghormati peraturan perundangan hukum, seperti dikatakan pimpinan kita Bapak Bupati Badung cara kita menghindari hukum itu, jangan dilanggar. Itu arahan dan nasehat yang harus diingat, sehingga kita tidak kena kasus hukum,” imbuhnya. (*)