TRIBUN-BALI.COM - Kasus kematian mahasiswa STIP Jakarta masih terus bergulir.
Korban Putu Satria Ananta Rustika (19), taruna STIP (Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran) Jakarta yang meninggal dunia setelah dianiaya oleh seniornya pun telah dilakukan prosesi pengabenan kemarin, 10 Mei 2024.
Ribuan warga yang mengiringi jenazah Putu Satria dari rumah duka di Banjar Bandung, Desa Gunaksa, hingga menuju Setra Desa Adat Gunaksa di Klungkung, Bali.
Sebelumnya, polisi telah menetapkan senior Putu, Tegar Rafi Sanjaya (21), sebagai tersangka.
Kemudian, Satreskrim Polres Metro Jakarta Utara menetapkan tiga tersangka baru dalam kasus tewasnya Putu Satria.
Ketiga tersangka itu adalah A, W, dan K yang merupakan taruna STIP.
Dikutip dari Kompas.com pada 11 Mei 2024, ketiga tersangka ini memiliki peran masing-masing.
"Tiga tersangka itu menjadi atau mempunyai peran turut serta, turut melakukan dalam konteks ini orang yang melakukan, atau orang yang turut menyuruh perbuatan itu," kata Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Jakarta Utara, Kombes (Pol) Gidion Arif Setyawan di Polres Metro Jakarta Utara pada Kamis 8 Mei 2024.
Baca juga: Pengabenan Putu Satria, Baliho Wajah Tersangka Terpajang di Kuburan Desa Gunaksa Klungkung Bali
Peran mereka terkuak usai polisi melakukan pengembangan penyidikan dan gelar perkara.
Berdasarkan hasil penyidikan, A merupakan orang yang pertama kali memanggil Putu bersama teman-temannya.
"Adapun peran masing-masing dari tersangka itu adalah pelaku FA alias A memanggil korban dengan mengatakan 'woi tingkat satu yang makai PDO (pakaian dinas olahraga) sini'. Jadi, turun dari lantai tiga ke lantai dua," sambung Gidion.
Setelah turun ke lantai dua, Putu bersama teman-temannya digiring masuk ke toilet pria karena tidak ada CCTV.
A juga berperan sebagai pengawas ketika tindak kekerasan itu terjadi.
"Selanjutnya tersangka WJP alias W pada saat proses terjadinya kekerasan eksesif mengatakan, 'jangan malu-maluin, kasih paham'," jelas Gidion.