TRIBUN-BALI.COM, SEMARAPURA – Sorotan kasus meninggalnya Putu Satria Ananta Rustika (19) Taruna asal Klungkung Bali yang dianiaya senior di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta sudah satu bulan berlalu.
Pihak keluarga Putu Satria Ananta di Bali pun masih konsisten menuntut keadilan tewasnya taruna STIP tersebut.
Untuk diketahui hingga saat ini sudah terdapat 4 terduga penganiaya yang telah ditetapkan oleh polisi sebagai tersangka, di antaranya Tegar Rafi Sanjaya, Wilyam Jones Panjaitan, Farhan Abubakar, dan I Kadek Adrian.
Baca juga: RINDU Putu Satria, Sang Ayah Buat Tatto Wajah Praja STIP itu di Lengannya, 1 Tersangka dari Bali?
Satu di antara tersangka diduga berasal dari Bali, yaitu I Kadek Adrian.
Tersangka Kadek Adrian sebelumnya diinisialkan KA, yang diduga berperan sebagai penunjuk korban sebelum dilakukan kekerasan.
Dia menunjuk korban, Putu Satria dan mengatakan “adekku aja nih mayoret terpercaya,” sebelum dilakukan kekerasan oleh tersangka Tegar Rafi Sanjaya hingga korban terkapar dan meninggal dunia.
Orang tua korban di Klungkung, Ni Nengah Rusmini mengungkapkan tidak mengenal dan hanya mengetahui asal muasal dari Kadek Adrian yang turut ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan.
"Saya tidak tahu dan tidak mengenal. Katanya dari Jembrana," kata Rusmini kepada Tribun Bali, Rabu 19 Juni 2024.
Namun menurut Rusmini, setelah upacara pengabenan terhadap Putu Satria, pihak keluarga pelaku yang berasal dari Bali itu sempat hendak ke rumah duka di Desa Gunaksa untuk memberikan klarifikasi.
"Cuma saya tidak mau bertemu keluarga pelaku," ungkap Rusmini.
Baca juga: Tersangka Inisial KAK Taruna STIP Jakarta Sarankan Putu Satria Dipukul Pertama: Adikku Aja Nih!
Ia hanya berharap pihak keluarga korban mendapatkan keadilan, dan para pelaku dapat dihukum setimpal.
Putu Satria Ananta Rustika (19) meninggal dunia setelah mendapat kekerasan dari seniornya di STIP (Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran) di Jakarta, Jumat 3 Mei 2024.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, kejadian itu terjadi di toilet lantai II STIP Jakarta Utara.
Awalnya korban (Putu Satria Ananta Rustika) dan teman-temannya yang masih tingkat I, dipanggil oleh senior di tingkat II.
Seniornya yang bernama Tegar asal Bekasi, sempat menanyakan siapa yang meminta korban dan rekan-rekanya memakai pakaian olahraga ke gedung pendidikan lantai 3.
Korban dan rekan-rekannya kemudian diminta berbaris berjejer.
Kemudian tegar memukul ulu hati korban dengan tangan mengepal sebanyak 5 kali.
Hal itu membuat korban terkapar dan meninggal dunia.
Sebulan setelah peristiwa nahas itu berlalu, rasa duka dan kerinduan masih dirasakan keluarga.
Bahkan ayah Putu Rustika, I Ketut Suastika membuat tato di lengan kirinya dengan wajah sang putra sulung.
Ini mengekspresikan kesedihan dan kerinduannya kepada sang putra.
"Bapaknya Rio (Sapaan akrab Putu Satria) suka seni tato, cara bapaknya mengekspresikan rasa sedihnya seperti itu, biar Rio selalu ada bersama bapaknya," ungkap Rusmini.
Baca juga: PEMUDA Gunaksa Ramai-ramai Hancurkan Baliho Bergambar Pelaku Pembunuhan Taruna STIP Putu Satria
Pihak keluarga mengaku belum bisa melupakan kenangan bersama Putu Satria.
Pada Kamis 13 Juni 2024 lalu, Putu Satria genap berusia 19 tahun.
Rusmini menghaturkan sodaan (banten persembahan) untuk putranya, serta kue yang diberikan adik dari Putu Satria.
"Di hari kelahiran Rio, saya sodaan saja, sama kue dari adiknya sebagai bentuk kasih sayang kami pada Rio. Kami belum bisa melupakan dia," ungkap Rusmini.
Sebagai warga Bali yang juga meyakini niskala, pihak keluarga telah melakukan nunas baos sebelum dan sesudah Putu Satria diaben. Dari nunas baos, disebut pelaku penganiayaan Putu Satria 5 orang.
"Dari nunas baos, dia (Putu Satria) bilang tidak salah apa-apa. Memang ada unsur iri," ungkapnya.
Sementara terkait kelanjutan kasus penganiayaan terhadap Putu Satria, pihak keluarga mendapat laporan adanya 4 nama tersangka, yakni Tegar Rafi Sanjaya, Wilyam Jones Panjaitan, Farhan Abubakar dan I Kadek Adrian.
Informasi terakhir, penyidik masih melengkapi berkas perkara dan masa penahanan para tersangka diperpanjang.
"Rencananya akan ada rekonstruksi dari kasus tersebut, sementara pasal yang disangkakan ke para tersangka yakni 338 KUHP (pembunuhan) atau 353 KUHP (penganiayaan)," ungkap Rusmini.
Pihak keluarga berharap, korban mendapatkan keadilan dari kasus ini dan para tersangka dihukum seberat-beratnya.
"Kepolisian yang menangani kasus ini, menjelaskan bahwa perkara masih on the track (sesuai jalur) dan tidak ada kendala berarti. Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan segera dikirim setelah gelar perkara dan belum ada rencana pemanggilan terhadap keluarga," jelas Rusmini. (tribun bali/mit)
>>> Baca berita terkait <<<