Berita Buleleng

Hingga Pertengahan Tahun 2024, Ada 34 Kasus Kekerasan Perempuan & Anak, Pemkab Buleleng Lakukan Ini

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana rapat koordinasi lintas sektoral pencegahan kekerasan perempuan dan anak. Selasa (23/7/2024).

TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Tekanan dan masalah mental, kerap menjadi pemicu kekerasan terhadap perempuan dan anak. Terbukti hingga pertengahan tahun 2024 tercatat sebanyak 34 kasus di wilayah Kabupaten Buleleng.

Menyikapi hal tersebut Pemerintah Kabupaten Buleleng, melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (P2KBP3A), terus berupaya memperkuat langkah-langkah pencegahan agar tidak terjadi kasus baru. Salah satunya dengan menggelar rapat koordinasi dan kerja sama lintas sektor.

Kadis P2KBP3A Buleleng, Nyoman Riang Pustaka tak memungkiri akan tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Buleleng hingga pertengahan tahun 2024. Menurutnya 34 kasus merupakan isu serius yang memerlukan perhatian dan tindakan segera.

"Dengan 34 kasus yang terlapor, jelas ini adalah isu serius yang memerlukan perhatian dan tindakan segera," katanya, Selasa (23/7/2024).

Baca juga: Polisi Incar Rekaman CCTV, Selidiki Penyebab Kebakaran 3 Akomodasi Wisata di Padangbai Bali

Baca juga: Jumlah Pelanggan PLN di Bali Meningkat, Hingga Juni 2024 Tercatat 1,7 Juta Pelanggan

Ilustrasi - Menyikapi hal tersebut Pemerintah Kabupaten Buleleng, melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (P2KBP3A), terus berupaya memperkuat langkah-langkah pencegahan agar tidak terjadi kasus baru. Salah satunya dengan menggelar rapat koordinasi dan kerja sama lintas sektor. (Tribun Bali/Dwi S)

Riang menegaskan, pemerintah berkomitmen tidak hanya menangani kasus yang terjadi, tetapi juga mencegah munculnya kasus baru.

Sebagai langkah awal, pihaknya mengadakan rapat koordinasi lintas OPD. Ia menekankan pentingnya optimalisasi program kerja yang telah dilaksanakan oleh setiap OPD dan sektor terkait.

"Kami meminta agar semua program yang bertujuan mencegah kekerasan ini dimaksimalkan. Jika dampaknya belum dirasakan, kami akan fokus untuk meningkatkan efektivitasnya," kata dia.

Rapat koordinasi lintas sektor tidak hanya dilaksanakan kali ini saja. Sebab pada pertemuan selanjutnya, pihak dia akan melibatkan pemangku kepentingan lainnya, termasuk pelaksana lapangan dan tenaga kesehatan. Tokoh masyarakat dan pemuka agama juga akan dilibatkan untuk mendukung langkah pencegahan ini.

"Upaya pencegahan dilakukan melalui edukasi dan sosialisasi di sekolah-sekolah dan desa-desa, terutama di lokasi-lokasi yang rentan. Koordinasi dengan pihak sekolah dan desa menjadi langkah awal, diikuti dengan kegiatan edukasi yang berkelanjutan," ucapnya.

Ditambahkan, Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) juga terus berfungsi sebagai wadah untuk membantu mengurangi stres mental yang dialami keluarga. Dengan dukungan dua konselor, Puspaga menyediakan layanan konseling kendati kapasitasnya masih terbatas.

"Semakin banyak masyarakat yang mengetahui tentang Puspaga, semakin banyak keluarga yang bisa menyampaikan permasalahannya. Ini penting agar tekanan dan masalah mental yang sering menjadi pemicu kekerasan dapat teratasi lebih awal," jelasnya.

Untuk mengatasi kendala kapasitas, layanan Puspaga kini juga tersedia secara online, memungkinkan masyarakat untuk mengakses bantuan dengan lebih mudah.

"Diharapkan layanan ini dapat membantu mengurangi tingkat stres dan mencegah terjadinya kasus kekerasan di masa depan," tandasnya.(mer)



Berita Terkini