Berita Bali

Kesejahteraan Petani Jauh dari Kemajuan Pariwisata di Bali, Sulit Membendung Alih Fungsi Lahan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua PHRI Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati saat memberi keterangan, Senin 11 November 2024

“Ini yang perlu kita buatkan selama dua tahun sebuah kajian di sana, sehingga ketika moratorium dicabut sudah ada yang spesifik yang diperlukan sekian ratus kamar di Bali dengan spesifikasi sekian homestay yang bernuansa pertanian atau spiritual,” tutupnya. (sar/zae)

2050 yang Mengkhawatirkan

Ketua Unit Subak Bidang Sosial Ekonomi Universitas Udayana, Prof I Ketut Suamba berharap adanya kebijakan tegas dari pemerintah daerah. 

Suamba menyarankan pengembangan homestay sebagai alternatif agar masyarakat tetap dapat merasakan manfaat pariwisata tanpa harus merusak area persawahan. 

Dalam hal alih fungsi lahan, Suamba menyebutkan bahwa sejak tahun 1990 hingga circa 2000, rata-rata 750 hektar lahan sawah di Bali beralih fungsi setiap tahunnya.

“Saat itu, pada acara WWF (World Water Forum) ada bangunan yang dibangun di areal persawahan dan itu memang harus dibongkar. Pemerintah perlu membuat aturan tegas agar tidak ada lagi pembangunan bangunan di areal persawahan. Kita dari akademisi tidak bisa melakukan pembongkaran, namun arah kebijakannya harus jelas agar tidak terjadi perluasan pembangunan, dan masyarakat tetap mendapatkan manfaat dari pelestarian warisan budaya ini," sambung dia.

Prof Suamba mengungkapkan data subak sawah yang ada di Bali berjumlah 1.596 subak. 

Namun secara keseluruhan, termasuk subak abian yang berada di lahan kering, jumlahnya lebih dari 3.000 subak. 

Perubahan fungsi lahan ini berdampak pada subak sawah yang jumlahnya berkurang secara signifikan. 

"Tantangan terbesar justru dialami oleh subak sawah, terutama di wilayah perkotaan seperti Denpasar, Badung, dan Gianyar, yang banyak mengalami alih fungsi untuk perumahan dan sektor pariwisata," kata Prof. Suamba.

Salah satu solusi yang disarankan untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan lahan pertanian dan perumahan adalah melalui kebijakan LP2B (Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan). 

“LP2B adalah analisis untuk menyesuaikan antara permintaan beras dengan ketersediaan lahan. Dari kajian ini, lahirlah konsep LSD atau Lahan Sawah Dilestarikan yang memastikan beberapa kawasan, seperti di Gianyar, tetap sebagai area sawah dan tidak boleh dialihfungsikan," paparnya.

Meskipun secara umum Bali masih mampu menjaga keseimbangan antara lahan pertanian dan hunian, namun Prof Suamba mengingatkan bahwa pada beberapa kabupaten sudah menunjukkan minus.  

“Saat ini masih seimbang untuk keseluruhan wilayah Bali, namun per kabupaten ada yang sudah minus. Contohnya Tabanan dan Gianyar masih plus, tapi jika pertumbuhan penduduk dan penurunan lahan terus berlanjut, pada 2050 sudah sangat mengkhawatirkan,” tambahnya. (sar/zae)

Kumpulan Artikel Bali

Berita Terkini