Seni Budaya

BAHAYA Kelahiran Jumat Wage Wuku Wayang Harus Sapuh Leger! Hari Bhatara Kala Hampir Memakan Adiknya 

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI - Hari suci Tumpek Wayang yang jatuh setiap enam bulan (210) hari sekali, memiliki kisah menarik di belakangnya. Pemangku Pura Campuhan Windhu Segara ini, menjelaskan sesuai isi lontar Kala Pati Tattwa. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sudah sejak lama, kelahiran wuku Wayang di Bali dipercaya sebagai kelahiran yang tenget atau angker.

Seperti dijelaskan Dosen Unhi Denpasar, I Kadek Satria, kepada Tribun Bali beberapa waktu lalu. Ia menjelaskan, bahwa kelahiran Wuku Wayang adalah juga bagian dari kelahiran melik di Bali.

Melik merupakan salah satu laku keyakinan masyarakat Bali, dan kelahiran melik ini dipercaya berbahaya apabila tidak dilukat atau dibayuh.

Ada tiga melik, yakni Adnyana, melik Ceciren, dan melik kelahiran. Nah kelahiran wuku Wayang, masuk ke dalam katagori melik kelahiran. "Orang hamil saat kena Tumpek Wayang harus malukat, agar anaknya tidak dikuasai sifat bhuta kala," jelasnya. 

Wuku Wayang dimulai dengan jangka waktu seminggu. Sehingga anak yang lahir sejak Minggu Wage hingga Sabtu Kliwon, termasuk ke dalam wuku Wayang. 

Sejak dahulu, ada kepercayaan di tengah-tengah masyarakat bahwa kelahiran anak pada wuku Wayang harus dibayuh sapuh leger. Bantennya pun cukup banyak dan ada pertunjukkan wayang di dalam upacara sapuh leger. 

Baca juga: SAKRAL Tarian Tabuh Geni, Digelar Krama Adat Calo, Injak & Tendang Api Tanpa Alas Kaki, Ini Maknanya

Baca juga: KORBAN Rudapaksa Asal Jaksel Ternyata Seorang Selebrgam, Niat Promosikan Vila Kini Alami Trauma!

Pelaksanaan upacara ruwatan sapuh leger di RSJ Provinsi Bali. Jumat (21/6/2024) (ISTIMEWA)

Bukan tanpa alasan diperlukan pertunjukan wayang, sebab ada kisah di baliknya. Pemangku asal Bon Dalem, Jero Mangku Ketut Maliarsa menjelaskannya kepada Tribun Bali. Hari suci Tumpek Wayang yang jatuh setiap enam bulan (210) hari sekali, memiliki kisah menarik di belakangnya. Pemangku Pura Campuhan Windhu Segara ini, menjelaskan sesuai isi lontar Kala Pati Tattwa. 

Dikisahkan, pada zaman dahulu lahirlah Bhatara Kala yang merupakan anak dari Bhatara Siwa. "Bhatara Kala lahir akibat nafsu tak terkendali dari Bhatara Siwa. Ketika Bhatara Siwa keluar dari Siwalaya untuk berjalan-jalan menaiki lembu Nandini. Beliau pergi bersama dengan Dewi Uma yang merupakan saktinya (istri)," jelasnya kepada Tribun Bali beberapa waktu lalu. 

Kemudian saat Dewi Uma berjalan-jalan, angin kencang menyingkap kainnya dan memperlihatkan bagian tubuh Dewi Uma. Hal itu membuat Dewa Siwa terpesona, dan tidak bisa mengendalikan nafsu birahinya. Oleh karena nafsu Dewa Siwa yang besar kala itu, membuat kama beliau jatuh ke samudera di bawahnya. Seketika lautan bergejolak hebat dan berputar lalu melahirkan Bhatara Kala. 

Singkat cerita, Dewa Wisnu dan Dewa Brahma kemudian memelihara raksasa ini. Sebab perawakan Bhatara Kala sangat besar layaknya raksasa. Suatu hari, Bhatara Kala bertanya tentang siapa ayahnya. Setelah diketahui, bahwa Dewa Siwa adalah ayahnya maka Bhatara Kala langsung berniat ingin mencarinya ke Siwa Loka. Dan Dewa Siwa pun mengakui anak tersebut, lalu diberi nama Bhatara Kala. 

Bhatara Kala lahir tepat ketika Tumpek Wayang. Kemudian ia dianugerahi oleh Dewa Siwa, bahwa Bhatara Kala bisa memakan siapa saja yang lahir saat wuku Wayang. Tak disangka, ternyata Bhatara Siwa kembali memiliki putera bernama Hyang Kumara. Lahirnya pun sama dengan Bhatara Kala, yakni ketika wuku Wayang. Bhatara Kala kemudian ingin memakan Hyang Kumara, sesuai dengan izin ayahnya terdahulu. 

Hyang Kumara yang ketakutan terus berlari menghindari Bhatara Kala karena tidak ingin dilahap sang kakak. Sampai akhirnya ia berhasil bersembunyi di dalam alat musik gender milik seorang dalang wayang, dan akhirnya selamat. Dari sinilah, maka dikenal bahwa kelahiran ketika wuku Wayang sangat berbahaya. Dan perlu dibayuh agar sifat kala pada diri anak yang lahir pada wuku Wayang bisa dikendalikan. 

Sejak dahulu di Bali, semua anak yang lahir ketika Tumpek Wayang akan dibayuh sapuh leger. Namun ada pendapat berbeda dari Ida Pedanda Gede Menara Putra Kekeran. Sulinggih dari Gria Pemaron, Selat, Sangeh, Badung ini, memiliki pendapat berbeda. Kepada Tribun Bali, beliau menjelaskan bahwa tidak semua yang lahir pada Wuku Wayang harus disapuh leger. 

"Hanya yang lahir pada hari Jumat saja, yang harus disapuh leger," tegas beliau via sambungan telepon pada 8 Januari 2021. Hal ini, kata beliau, sudah berdasarkan tattwa bukan pendapat pribadinya. Kelahiran Hyang Kumara yang sama dengan sang kakak, membuat dirinya terus dikejar Bhatara Kala. Beliau mengatakan, bahwa pengejaran Bhatara kala terjadi sejak hari Minggu wuku Wayang hingga hari Jumat wuku Wayang. 

Hampir saja Hyang Kumara dilahap Bhatara Kala, pada hari Jumat wuku Wayang. Namun beruntung ia bersembunyi di bumbung gender milik seorang dalang yang sedang mementaskan wayang. Hyang Kumara meminta tolong kepada ki dalang, agar tidak memberitahukan posisinya kepada Bhatara Kala. Ki dalang pun membantunya, dan membiarkan Hyang Kumara bersembunyi. 

Halaman
12

Berita Terkini