Seni Budaya

BAHAYA Kelahiran Jumat Wage Wuku Wayang Harus Sapuh Leger! Hari Bhatara Kala Hampir Memakan Adiknya 

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI - Hari suci Tumpek Wayang yang jatuh setiap enam bulan (210) hari sekali, memiliki kisah menarik di belakangnya. Pemangku Pura Campuhan Windhu Segara ini, menjelaskan sesuai isi lontar Kala Pati Tattwa. 

Bhatara Kala yang haus dan lapar, akhirnya melahap babi guling dan segala sajian yang ada di pertunjukan wayang ki dalang tersebut. Termasuk sesajen yang hendak dihaturkan Ki Dalang kehadapan Dewa Siwa. Akhirnya karena semua dimakan Bhatara Kala, membuat ki dalang geram. Ia bertanya dan berdebat dengan Bhatara Kala, karena telah memakan babi guling dan sesajen persembahannya. 

Intinya, ki dalang ini ingin melaporkan sikap Bhatara Kala ke Dewa Siwa yang notabene ayahnya sendiri. Bhatara Kala pun ketakutan mendengar ancaman itu, dan meminta ampun ke ki dalang agar tidak dilaporkan kepada Dewa Siwa. Sejak saat itu, Bhatara Kala berjanji tidak akan memakan lagi anak-anak yang lahir pada Tumpek Wayang atau wuku Wayang. Dengan syarat menghaturkan sesajen dan menggelar pertunjukan wayang sapuh leger. 

"Makanya perlu ada guling di upacara sapuh leger, bantennya bebangkit satu saja bisa," sebut beliau. Namun apabila masyarakat tidak memiliki biaya, bisa mengikuti sapuh leger massal. Beliau mengatakan yang perlu disapuh leger adalah kelahiran tepat Jumat wuku Wayang, atau Jumat Wage wuku Wayang. Ia pedanda menjelaskan, bahwa semua kisah dan upakara serta upacara tentang Tumpek Wayang ini tertulis di dalam Kala Pati Tattwa. 

Sehingga beliau mengikuti apa yang sudah disuratkan, dan tidak berani melebih-lebihkan atau menguranginya. Beliau hanya ingin meluruskan, bahwa seseorang yang lahir hari Jumat saat wuku Wayanglah yang perlu disapuh leger. "Alasannya karena dia (anak yang lahir hari Jumat), nadah atau tepat pada hari Kala Paksa, makanya harus disapuh leger," tegas beliau. 

Sedangkan seseorang yang lahir sejak hari Minggu sampai Kamis, tidak perlu disapuh leger. Hanya perlu nunas tirta panglukatan Sudamala saja. Kemudian yang kahir hari Sabtu, tepat ketika Tumpek Wayang hanya perlu nunas tirta panglukatan Samarana saja. Namun beliau tidak memungkiri, bahwa selama ini masyarakat kerap mengupacarai sapuh leger untuk semua anak yang lahir ketika wuku Wayang. 

Beliau menjelaskan, bahwa hari Jumat merupakan hari berbahaya karena berkaitan dengan hampir dimangsanya Hyang Kumara oleh Bhatara Kala. Sedangkan Sabtu, adalah hari yang telah lewat dari upaya Bhatara Kala memangsa Hyang Kumara. Saat ini masyarakat Hindu di Bali, selalu merayakan hari suci Tumpek Wayang pada hari Sabtu Kliwon. Pada hari ini, semua umat bisa memohon perlindungan kepada Bhatara Siwa untuk menghindari hal tidak baik. 

Dalam kitab Sundarigama dijelaskan, pada hari Jumat Wage dinamakan Alapaksa yakni hari yang dipandang kotor atau hari tercemar. Dalam Alih Aksara, Alih Bahasa, dan Kajian Lontar Sundarigama, disebutkan ada kemungkinan hari Jumat dianggap sakral dan tabu untuk melakukan sesuatu. Karena hari itu memang merupakan hari terakhir menjelang memasuki puncak peralihan yang terjadi keesokan harinya. Yaitu pada Sabtu Kliwon Wayang atau dikenal dengan hari suci Tumpek Wayang. 

Tumpek Wayang dianggap hari paling keramat, karena merupakan hari pertemuan dari waktu-waktu yang dipandang sakral atau keramat. Hari Sabtu merupakan hari terakhir menurut perhitungan Saptawara. Sedangkan Kliwon merupakan hari terakhir, menurut perhitungan Triwara. Dan wuku Wayang adalah wuku terakhir dari 30 wuku, yang memiliki Tumpek. Sehingga sehubungan dengan ini, umat Hindu disarankan mengenakan sarana penolak bahaya dengan menyelipkan pandan berduri di pinggang dan menorehkan kapur sirih di ulu hati. 

Serta memasang pandan berduri di pintu masuk rumah, atau di bawah tempat tidur. Selanjutnya, keesokan harinya sarana penolak bahaya itu dikumpulkan dan ditempatkan di atas sidi sebagai simbol bahwa telah berhasil menyelamatkan diri, menghindari berbagai rintangan dan bencana. Lalu pandan berduri itu dibuang di jalan dan diberi segehan diiringi doa permakluman membuang segala noda, kotoran, penderitaan dan bencana. (ask)

Berita Terkini