BPJS Kesehatan

Fakta dan Penjelasan Soal 144 Penyakit yang Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan pada Tahun 2025

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kartu BPJS Kesehatan - Fakta dan Penjelasan Soal 144 Penyakit yang Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan pada Tahun 2025

TRIBUN-BALI.COM - Akhir-akhir ini, topik tentang 144 penyakit yang tidak ditanggung BPJS Kesehatan ramai diperbincangkan di media sosial.

Perhatian masyarakat semakin meningkat setelah muncul wacana penghapusan kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan yang rencananya akan diganti dengan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) pada Juli 2025.

Namun, benarkah 144 penyakit tersebut tidak bisa ditanggung BPJS Kesehatan? Berikut penjelasannya.

144 Penyakit yang Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan

Dilansir dari Tribun Medan, Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah, menjelaskan bahwa daftar 144 penyakit tersebut sebenarnya adalah penyakit yang pengobatannya dioptimalkan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), seperti puskesmas, klinik, atau praktik dokter.

Artinya, pengobatan untuk penyakit ini memang difokuskan di FKTP, tetapi bukan berarti tidak bisa dirujuk ke rumah sakit.

 

Syarat Rujukan ke Rumah Sakit

Pasien tetap dapat dirujuk ke rumah sakit atau Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL) jika memenuhi indikasi medis sesuai Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI).

Baca juga: VIDEO Pencari Koin Jagat di Denpasar Rusak Fasilitas Umum, Injak Taman hingga Congkel Lantai

Mengapa BPJS Fokus pada FKTP?

Kebijakan ini bertujuan untuk:

- Meratakan Akses Pelayanan Kesehatan: dengan memprioritaskan pengobatan di FKTP, masyarakat di daerah terpencil lebih mudah mendapatkan pelayanan kesehatan tanpa harus ke rumah sakit.

- Menghindari Penumpukan di Rumah Sakit : pengoptimalan FKTP mengurangi antrean pasien di rumah sakit, sehingga pelayanan di FKTL menjadi lebih efisien.

- Efisiensi Biaya dan Waktu: FKTP biasanya lebih dekat dengan tempat tinggal masyarakat dibandingkan dengan FKTL, sehingga pasien bisa mendapatkan perawatan lebih cepat.
 
Kendati bertujuan baik, penerapan aturan ini tidak lepas dari kendala, di antaranya:

1. Persepsi Kegawatdaruratan yang Berbeda

Pada layanan Instalasi Gawat Darurat (IGD), masyarakat seringkali datang dengan keluhan yang sebenarnya tidak darurat, seperti demam. Padahal, keluhan tersebut seharusnya dapat ditangani di FKTP.

2. Sosialisasi yang Belum Optimal

Masih banyak masyarakat yang belum memahami mana penyakit yang harus ditangani di FKTP dan mana yang membutuhkan rujukan ke rumah sakit.

Halaman
1234

Berita Terkini