Berita Bali

Koster Terbitkan SE Gerakan Bali Bersih Sampah, Komunitas Malu Dong Soroti Pengelolaan Hilir

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gubernur Bali Wayan Koster - Solusi Atasi Masalah Sampah, Gubernur Bali Segera Masifkan Tumbler di Lingkungan Desa Adat

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Gubernur Bali, Wayan Koster, mengeluarkan Surat Edaran Nomor 9 Tahun 2025 tentang
Gerakan Bali Bersih Sampah pada Minggu, 6 April 2025. 


SE tersebut mengatur sejumlah poin penting, seperti penggunaan tas kresek di pasar tradisional, penggunaan tumbler, pengelolaan sampah berbasis sumber, hingga larangan produksi air minum dalam kemasan plastik di bawah 1 liter.


Menanggapi hal tersebut, pendiri komunitas Malu Dong, Komang Sudiarta atau yang akrab disapa Komang Bemo, memberikan tanggapannya. 


Menurutnya, secara umum SE ini adalah langkah yang bagus. 


“Semuanya itu bagus. Gunanya Bali bersih, bukan bersihnya saja, tapi sampah itu dibagaimanakan selanjutnya,” ungkapnya.


Ia menjelaskan bahwa komunitasnya selama ini telah melakukan proses pembersihan dan pengolahan sampah. 


Namun ia menyayangkan belum adanya kejelasan soal alur pengelolaan sampah setelah dipilah. 


“Sekarang semua bersih-bersih sampah. Lalu kami mengingatkan, menyampaikan, setelah bersih ini ke mana hilirnya?” katanya.


Komang Bemo menyebut bahwa pemerintah sudah menyampaikan pentingnya memilah dan mengurangi sampah di hulu, dan ada upaya daur ulang, termasuk organik. 


Tapi masalah kemudian muncul dengan adanya residu.


“Residu ke mana? Mereka mencampur ini. Ke mana mau bawa? TPA mau ditutup. Kita sudah punya pemrosesan? Tidak seharusnya tidak ada solusi,” tegasnya.


Menurutnya, edukasi pemilahan tidak akan menyelesaikan masalah sampah jika tidak ada pengelolaan di hilir.


Komunitas Malu Dong, menurutnya, telah memberikan contoh proses dari hulu hingga ke hilir. 


Bahkan ia menyampaikan langsung kepada istri Gubernur Bali, Putri Suastini bahwa edukasi penting, tetapi jika tidak ada TPS3R atau TPST yang mampu menangani residu secara maksimal, maka penyelesaian masih jauh dari harapan. 


"Dulu dikatakan sampah organik 65 persen, sekarang ada residu yang menyaingi. Dampak pandemi, banyak yang menggunakan kemasan, alat upacara banyak tidak ramah, perlu dikaji,” katanya.

Halaman
12

Berita Terkini