TRIBUN-BALI.COM - Gubernur Bali Wayan Koster serius mengatasi sampah di Bali dengan Gerakan Bali Bebas Sampah.
Di mana gerakan ini bertujuan mewujudkan Bali bersih dan hijau, dengan fokus pada pengelolaan sampah berbasis sumber dan pengurangan sampah plastik sekali pakai.
Berdasarkan data saat ini, volume sampah di Bali secara keseluruhan mencapai 3.436 ton per hari. Dari data tersebut penyumbang terbanyak adalah Kota Denpasar mencapai 1.005 ton per hari.
Kemudian disusul Kabupaten Gianyar 562 ton per hari, ketiga Kabupaten Badung sebanyak 547 ton per hari.
“Sebaran jumlah sampah di Bali yang paling banyak adalah Denpasar, Gianyar dan Badung itu yang mendominasi selain di Buleleng. Buleleng karena memang luas wilayahnya besar tapi permasalahan sampahnya tidak serumit seperti yang ada di Denpasar dan Badung,” ujar Kepala UPTD Pengelolaan Sampah DKLH Provinsi Bali Ni Made Armadi dalam kegiatan Workshop Jurnalistik Gerakan Bali Bebas Sampah di Denpasar, Sabtu (26/7).
Baca juga: Pakai VAR di Final Indonesia U23 Vs Vietnam, AFF Siapkan Demi Bantu Wasit Situasi Krusial & Sensitif
Baca juga: NNK Nekat Gelapkan 8 Mobil, Perempuan dari Tianyar Tengah Karangasem Bali Terancam Hukuman 4 Tahun
Faktor lain penyebab timbulan sampah di Denpasar, Badung dan Gianyar adalah wisatawan yang berlibur di ketiga wilayah itu. Jika dilihat secara data selama tahun 2024 Bali menerima total 16,4 juta wisatawan, terdiri dari 6,33 juta wisatawan mancanegara dan 10,12 juta wisatawan domestik.
Angka tersebut 4 kali lipat dari jumlah penduduk Bali yang hanya 4,46 juta jiwa. Dari 3.436 ton sampah per hari di Bali paling banyak merupakan jenis sampah organik lebih dari 60 persen dan 17 persen lebih sampah plastik.
“Jika kita lihat jenis sampah yang paling banyak apa yaitu sampah organik. Bagaimana kita menyelesaikan sampah organik, maka dari itu Bapak Gubernur mengeluarkan kebijakan pengelolaan berbasis sumber. Sumber sampahnya dari mana lebih dari 60 persen berasal dari kegiatan rumah tangga, lebih dari 11 persen dari perniagaan dan lebih dari 7 persen berasal dari pasar,” jelas Armadi.
Hal tersebut mengakibatkan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang ada di sejumlah titik seperti Suwung, Temesi, Sente, Mandung dan lainnya mengalami overload atau melebihi kapasitas. Dampaknya terjadi kebakaran di sejumlah TPA beberapa waktu lalu dan penanganannya pun tidak sebentar karena jenis sampah yang ada disana mudah terbakar.
Menurutnya hal ini dapat diartikan pengelolaan sampah di hulu atau pada rumah tangga kurang lalu larinya ke hilir atau ke TPA maka dari itu dibentuk tim percepatan pengelolaan sampah berbasis sumber.
“Setiap hari Selasa dan Jumat kita lakukan sosialisasi, Denpasar sudah kita sentuh semua dan kemarin kita bergerak ke Gianyar dan Badung. Tentunya nanti ke semua Kabupaten/Kota melakukan sosialisasi secara masif untuk mengurangi sampah plastik dan pengelolaan sampah berbasis sumber,” imbuhnya.
Selain sosialisasi, pihaknya mengevaluasi Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) yang ada. Hal ini untuk dioptimalkan karena dapat mengurangi sampah yang dibuang ke TPA, juga mengoptimalkan bank sampah serta depo-depo sampah.
DKLH Provinsi Bali mempunyai slogan “Desaku Lestari Tanpa Sampah Plastik” ini adalah aplikasi dan implementasi di dalam mengurangi sampah dari Pergub Nomor 97 Tahun 2018. Selain itu terdapat juga slogan “Desaku Bersih Tanpa Mengotori Desa Lain” yang mana slogan ini adalah aplikasi dan implementasi di dalam pengelolaan sampah berbasis sumber dari Pergub Nomor 47 Tahun 2019.
“Kami di Pemerintah Provinsi berupaya secara masif bergerak supaya kita bersama-sama bergandengan baik di tingkat Provinsi hingga ke paling bawah di rumah tangga. Kalau sampah kita tidak kelola dari sumber akan berdampak seperti di mana-mana TPA penuh, di mana-mana TPA kebakaran, biaya penanganan dan pemulihan kebakaran itu sangat besar,” jelas Armadi.
Workshop Jurnalistik Gerakan Bali Bebas Sampah diselenggarakan Yayasan Bintang Gana, sebuah Yayasan yang bergerak di bidang lingkungan. Kegiatan dibagi dua sesi talkshow.