"Cahaya, alih fungsi lahan, dan pestisida, itu menjadi penyebab utama kepunahan kunang-kunang. Jika terlalu banyak cahaya, maka cahaya mereka redup, dan membuat mereka tak bisa bereproduksi,"
"Saya selaku pelaku pariwisata menjadi terjerat untuk mencari solusi. Saya tinggal di pedesaan, kunang-kunang mengajarkan kami menjaga lingkungan. Kita sebagai masyarakat desa harus aktif melindungi," ujarnya. (weg)
Baca juga: Kadis dan Dirut BUMD Berebut Tangkap Kucit, Lomba Unik Pemkab Gianyar Menyambut HUT ke-80 RI
Miliki Lahan Konservasi 1 Hektare
I Wayan Wardika mengatakan, saat ini konservasi kunang-kunang memiliki luas sekitar satu hektare, yang memanfaatkan lahan pertanian aktif milik masyarakat setempat.
Di areal tersebut, dirinya telah melepas liarkan 5.182 larva kunang-kunang dan 260 kunang-kunang dewasa.
"Area konservasi, targetnya radius 2 km dengan 27 hektare lahan pertanian. Saat ini baru 4 petani yang bergabung dengan luas sekitar 1 hektar," ujarnya.
Dijelaskan bahwa konservasi kunang-kunang ini telah mengundang wisatawan.
Rata-rata per hari kunjungan wisatawan baru sekitar 5-6 orang.
"Kita telah kembangkan eko wisata berbasis kunang-kunang. Mereka bayar sedikit lebih mahal untuk berkunjung ke daerah kami. Hasil kunjungan bisa membantu riset kami. Wisatawan yang ingin melihat kunang-kunang, wajib berkunjung malam hari," ujarnya. (weg)