Berita Badung

Mengapa Ada Pengenaan Pajak Meski PBB P2 di Badung Bali Sudah Dinolkan? Ini Kata Kadis Bapenda

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Bapenda Badung Ni Putu Sukarini - Mengapa Ada Pengenaan Pajak Meski PBB P2 di Badung Bali Sudah Dinolkan? Ini Kata Kadis Bapenda

TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA -  Sejumlah masyarakat di Kabupaten Badung, Bali, mengeluhkan adanya pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2). 

Padahal dari tahun 2017, Badung telah mengenolkan PBB P2 dari tahun 2017.

Bahkan sebelumnya ramai di media sosial pajak yang sebelumnya 0 persen, kini warga harus membayar Rp 1 juta untuk PBB.

Menyikapi hal itu, Kepala Bapenda Badung, Ni Putu Sukarini menjelaskan, semua itu karena penyesuaian NJOP mengacu pada implementasi UU HKPD Pasal 40 ayat 5 dan 6 yang mewajibkan penyesuaian maksimal tiga tahun sekali. 

Baca juga: ANCAMAN Harga Tanah Melambung Gegara Penyesuaian NJOP, PBB-P2 Jembrana Masih Sama 

Badung di tiga kecamatan yaitu Kuta, Kuta Utara, Kuta Selatan terakhir melakukan penyesuaian NJOP tahun 2020. 

"Tahun ini dilakukan penilaian zona nilai tanah. Karena BPN menggunakan satelit, mungkin dulu lahan kosong kini terdapat bangunan," ucapnya.

Kendati demikian, Sukarini mengaku sudah mengundang seluruh kaling untuk mengonfirmasi nilai tanah sebelum difinalkan dalam bentuk Peraturan Bupati. 

Ia menambahkan, penetapan PBB dihitung dari Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) sebesar 20 persen – 100 persen dari Nilai Jual objek Pajak (NJOP) setelah dikurangi nilai tidak kena pajak. 

"Untuk lahan non komersial seperti rumah tinggal, lahan hijau, dan lahan yang tidak diusahakan, ketetapannya bisa menjadi nol. Dengan syarat, harus mengajukan permohonan ke Bapenda untuk dinolkan," tegasnya.

Menurutnya, pada aturan sebelumnya yakni UU No. 28 Tahun 2009, pemerintah bisa memberi stimulus hingga 100 persen. 

Namun, dalam UU HKPD, pengurangan diberikan dengan rentang 20–100 persen dari NJOP.

"Saat ini di Kabupaten Badung sudah diberikan pengurangan 5–50 persen sesuai persentase peningkatan ketetapan," katanya.

Ia mengungkapkan, lahan pertanian yang kini mengalami lonjakan pajak sebagian besar karena sebelumnya tidak mengajukan permohonan nol. 

Diakui sejumlah warga di Badung ada yang tidak mengusulkan pengenolan pajak itu, sehingga sekarang pembayaran dinilai tinggi.

"Dulu karena mereka bayar pajak Rp 50 ribu dan jadi tidak mengusulkan nol pajak. Sehingga mereka sekarang kena pajak tinggi," bebernya.

Namun terkait masalah itu, masyarakat bisa datang langsung ke Bapenda untuk mengajukan permohonan nol khusus lahan non komersial.

"Cukup mengisi blanko, membawa KTP, KK, dan fotokopi sertifikat tanah," terangnya.

Hingga kini, dari total 240 ribu Nomor Objek Pajak (NOP) di Badung, sekitar 125 ribu sudah dinolkan. 

Namun masih ada 67 ribu NOP yang mengalami kenaikan, sebagian besar adalah lahan komersial.

"Kenaikan signifikan biasanya karena sebelumnya mendapat stimulus nol, tapi ternyata lahannya digunakan sebagai vila atau ada perubahan luas tanah serta kelas tanah. Saat ini kami masih membahas kembali dan menunggu arahan pimpinan," imbuhnya.

Sebelumnya, Bupati Badung, I Wayan Adi Arnawa, juga menegaskan penyesuaian NJOP telah mengacu pada regulasi. 

Berdasarkan ketentuan Pasal 40 ayat (6) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintahan Daerah dan Pemerintah Pusat, NJOP ditetapkan setiap 3  tahun sekali, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya. 

"Untuk wilayah Kecamatan Kuta Utara, Kuta, dan Kuta Selatan terakhir kali mengalami penyesuaian NJOP pada tahun 2020," jelasnya. (*)

Kumpulan Artikel Badung

Berita Terkini