Banjir di Bali
Pemkot Denpasar Bali Perbanyak CCTV di Sungai, Pantau Debit Air dan Masyarakat yang Buang Sampah
Pemkot mengundang kelompok pekaseh (pengelola irigasi tradisional) agar tata air dan saluran irigasi dapat berjalan selaras dengan fungsi sungai.
Penulis: Putu Supartika | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pasca bencana banjir pada 10 September 2025 lalu, Pemkot Denpasar akan mulai berbenah.
Selain pemulihan dari dampak banjir, juga akan melakukan upaya mitigasi jangka panjang.
Pemkot Denpasar akan melakukan penataan ruang, normalisasi sungai, hingga pembenahan sistem peringatan dini (early warning system).
Wali Kota Denpasar, IGN Jaya Negara, mengungkapkan, tata ruang harus benar-benar dikendalikan agar tidak lagi menghambat aliran sungai dan saluran irigasi.
Baca juga: Ny. Antari Jaya Negara Terus Bergerak Salurkan Bantuan Kemanusian Bagi Warga Terdampak Banjir Bali
Karenanya, Pemkot mengundang kelompok pekaseh (pengelola irigasi tradisional) agar tata air dan saluran irigasi dapat berjalan selaras dengan fungsi sungai.
"Bagaimanapun tata ruang jangan sampai saluran irigasi menghambat aliran sungai. Karena itu kita perlu libatkan kelompok pekasih," paparnya, Kamis 25 September 2025.
Selain itu, pihaknya menyebut, banyak alat deteksi banjir tidak berfungsi optimal.
Kondisi akan segera diperbaiki, termasuk pemasangan lebih banyak CCTV di sepanjang sungai untuk memantau kondisi debit air sekaligus perilaku masyarakat yang masih membuang sampah ke sungai.
"Early warning system ini sebenarnya sudah ada, tapi banyak alatnya tidak berfungsi. Itu harus diperbaiki. Kalau sungai mulai meningkat, kita harus tahu lebih dulu dengan adanya sirine dan informasi real-time," paparnya.
"CCTV juga penting, hal ini untuk memantau kondisi sungai maupun aktivitas warga di sekitarnya," tambahnya.
Pihaknya juga membentuk tim Pusdalops (Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana) yang diisi personel dengan kompetensi di bidang meteorologi.
Dengan begitu, informasi dari BMKG dapat langsung dikelola dan direspons cepat, bukan setelah kejadian.
"Minimal kalau ada informasi dari BMKG, tim kita jangan anggap biasa-biasa saja. Seperti badai yang awalnya terjadi di NTT, ternyata dampaknya dirasakan juga di Denpasar. Ini harus benar-benar kita kelola dengan cepat," jelasnya.
Normalisasi juga menjadi prioritas untuk sungai-sungai besar di Denpasar seperti Tukad Badung dan Tukad Mati.
"Tujuan kita jelas, memperkecil risiko bencana yang mungkin terjadi lagi. Respon kecepatan dalam memberikan bantuan harus ditingkatkan, normalisasi sungai dipercepat, dan sistem early warning benar-benar dijalankan," katanya. (*)
Kumpulan Artikel Bali
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.