Banjir di Bali

TAK Dapat Bantuan Bagi Pelanggar Sempadan! Pemkot Denpasar Finalisasi Hasil Verifikasi Dampak Banjir

Prinsipnya memang perlu meningkatkan tutupan lahan hijau sepanjang seluruh aliran sungai, terutama aliran daerah Tukad Badung. 

Tribun Bali/Putu Supartika
AMBRUK - Proses verifikasi dampak banjir 10 September 2025 lalu segera memasuki tahap akhir. Rapat finalisasi akan dilaksanakan hari ini, Kamis (2/10) yang akan dipimpin Wali Kota Denpasar, IGN Jaya Negara bersama jajaran terkait. 

TRIBUN-BALI.COM - Proses verifikasi dampak banjir 10 September 2025 lalu segera memasuki tahap akhir. Rapat finalisasi akan dilaksanakan hari ini, Kamis (2/10) yang akan dipimpin Wali Kota Denpasar, IGN Jaya Negara bersama jajaran terkait.

Hal itu diungkapkan oleh Wakil Wali Kota Denpasar, I Kadek Agus Arya Wibawa. Ia menjelaskan bahwa verifikasi final mencakup pendataan rumah-rumah warga yang rusak, warung, Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), hingga ternak yang terdampak banjir.

“Besok (hari ini) kita akan lakukan finalisasi, setelah itu bantuan dari BPBD bisa segera disalurkan,” ujar Arya Wibawa, Rabu (1/10).

Ia menyebutkan, sejumlah bantuan dan donasi yang mengalir ke Kota Denpasar juga sudah disalurkan melalui Dinas Sosial.

Pihaknya memberikan 500 unit kompor beserta gas elpiji, kasur, dan selimut untuk masyarakat terdampak. Sementara itu, bantuan dari pemerintah pusat masih dalam tahap finalisasi.

Baca juga: DUGA Terjerat Utang, Oknum Polisi Nekat Jambret Kalung Emas Pedagang Tomat di Buleleng

Baca juga: TERPAKSA Pakai Lahan Kosong Orang Keluar Masuk Rumah, Kini Tirtayasa Senang GWK Bongkar Temboknya!

“Arahan dari Bapak Wali Kota, dana bantuan harus secepat mungkin disalurkan kepada masyarakat terdampak. Untuk pusat kami sedang menghitung berapa lama prosesnya, tapi untuk bantuan dari BPBD Denpasar bisa lebih cepat sehingga masyarakat tidak perlu terlalu lama menunggu,” jelasnya.

Arya Wibawa menegaskan, bantuan hanya akan diberikan kepada warga yang tinggal di lokasi yang sesuai aturan. 

“Kalau yang di sempadan sungai tidak akan mendapat bantuan, karena secara regulasi itu melanggar ketentuan. Jika kita paksakan, justru kita yang akan melanggar aturan,” tegasnya.

Selain pendataan dan bantuan, Pemkot Denpasar juga sudah mulai melakukan normalisasi sungai secara bertahap untuk mencegah banjir kembali terulang.

Pemkot Denpasar juga akan melakukan koordinasi lanjutan dengan Pemerintah Provinsi Bali, Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali Nusa Penida, serta pihak terkait lainnya untuk mematangkan langkah-langkah lanjutan penanganan banjir

“Normalisasi terus berjalan. Bersama pihak provinsi dan BWS, kami akan menyusun langkah agar ke depan penanganan banjir bisa lebih cepat dan efektif,” ujarnya.

Sementara itu, Badan Penanggulanan Bencana Daerah (BPBD) Bali beberkan terdapat 14 jenis bencana yang berisiko terjadi Bali. Di antara 14 jenis tersebut 10 berisiko tinggi dan di antara 10 berisiko tinggi merupakan banjiir.

Hal tersebut diungkapkan Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Bali, I Gede Agung Teja Bhusana Yadnya pada Rapat Koordinasi terkait penanganan dan pencegahan terjadinya banjir di DPRD Bali, Rabu (1/10). 

Khusus bencana banjir bandang pada Rabu (10/9) kemarin, tidak hanya terjadi di Denpasar, namun juga di Kabupaten Jembrana, Klungkung, Karangasem, Gianyar, dan Tabanan. Kabupaten relatif aman hanya Kabupaten Buleleng. 

Jika dilihat dari jumlah sebanyak 159 desa dari 716 desa terdampak banjir. Dengan kerusakan secara perekonomian seperti para pedagang pasar, warung, hingga tambak perikanan di Kabupaten Jembrana totalnya 856.

Sementara rumah rusak sekitar 133, ada yang berat, ada yang ringan, ada yang sedang. Juga terdapat 3 TPS3R yang terdampak banjir

“Untuk korban meninggal memang sangat disayangkan sekali, jumlahnya 18 jiwa pencarian sudah dihentikan. Jadi ada 4 yang dinyatakan hilang, dan 18 yang meninggal dunia dan 1 luka berat yang mengalami patah rusuk, tapi sekarang sudah keluar dari rumah sakit,” bebernya. 

Jumlah pengungsi banjir sebanyak 812 pengungsi, namun dalam waktu singkat setiap hari berangsur turun. 

Bencana itu terjadi, lanjut Teja mungkin persepsi orang banyak disebabkan hujan, disebabkan tata ruang, tapi baginya di BPBD, bencana itu terjadi apabila ancaman bertemu kerentanan. 

Pada saat terjadi banjir di Bali, terdapat hujan dan gelombang pasang pada saat tanggal 10 September 2025. Di mana hujan sebagian besar di bagian selatan pulau Bali, jumlah hujan ekstrim 390 mm per hari.

Sedangkan angka ekstrem pada kisaran 150mm, dengan angka 390 mm berarti 2 kali ekstrim plus 90. Hal ini terjadi di 20 titik di bagian selatan, di mana curah hujan ini adalah rekor baru, belum pernah terjadi rekor seperti itu dalam sejarah Bali. 

Faktor ancaman yang kedua adalah pada tanggal 9 September 2025 malam, sampai dini hari masih pengaruh bulan Purnama sehingga terjadi gelombang pasang.

Jam 11 malam waktu itu, terjadi gelombang pasang 2,6 meter dan dini hari masih 1,6 meter dan cukup mengganggu kelancaran air mengalir ke laut.

Badan-badan sungai juga agak terganggu, terutama di Denpasar dengan titik-titik terparahnya di belokan-belokan yang ada pada badan sungai, di antaranya di wilayah Pasar Badung, Hassanudin, Jalan Pulau Biak dan Jalan Nusa Kambangan.

Prinsipnya memang perlu meningkatkan tutupan lahan hijau sepanjang seluruh aliran sungai, terutama aliran daerah Tukad Badung. 

Kesimpulan bencana banjir bandang kemarin adalah terdapat rekor baru curah hujan, kemudian air pasang pada saat hujan ekstrem, area tata tutupan lahan yang masih perlu optimalkan.

Juga tata ruang masih PR, law enforcement ke depan lebih dikuatkan kembali, tata kelola sampah dan belum ada sistem peringatan dini banjir.

“Oleh karena itu, apa yang bisa kita lakukan ke depan tentu teorinya cuma satu, mitigasi. Mitigasi itu ada dua hal, mitigasi struktural dan non-struktural,” kata dia. (sup/sar)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved