Seni Budaya

Nusawastra Silang Budaya: Soroti Kain Gringsing Bali, Pamerkan Koleksi Wastra Nusantara

Keikutsertaan kain dengan teknik ikat ganda satu-satunya di Indonesia ini, menegaskan peran penting gringsing dalam khazanah tekstil Nusantara

ISTIMEWA
Kain gringsing, wastra asal Desa Tenganan Pegringsingan, Karangasem, Bali, menjadi salah satu koleksi utama dalam Pameran ‘Nusawastra Silang Budaya’ pada 11–17 Oktober 2025 di Cikini 82, Menteng, Jakarta. 

Quoriena Ginting memiliki koleksi 50 kain gringsing ikat ganda, dengan berbagai motif antara lain sayang kebo, yuda, lubeng, gegonggangan, dan enjekan siap. 

“Teknik ikat ganda tenun gringsing merupakan satu-satunya di Indonesia. Dua lainnya dapat ditemukan pada kain kurume di Jepang dan kain patola di India. Ciri khasnya berupa motif ganda yang terjalin sempurna dan menghasilkan pola simetri,” tutur Quoriena Ginting.

Tenun gringsing diproduksi secara tradisional oleh warga Tenganan Pegringsingan, Karangasem, Bali. Kain ini dianggap sakral karena dipercaya sebagai penolak bala. Namanya berasal dari kata ‘gring’ (sakit) dan ‘sing’ (tidak), yang secara harfiah berarti ‘tidak sakit’.

Menurut kepercayaan, kain gringsing lahir dari rasa kagum Dewa Indra pada langit malam, yang kemudian menganugerahkan kemampuan menenun kepada masyarakat Tenganan untuk menggambarkan matahari, bulan, bintang, hingga menghasilkan kain berwarna gelap pekat menyerupai langit malam.

Kain gringsing bahkan tercatat dalam karya sastra klasik “Kakawin Nagarakretagama” karya Empu Prapañca, yang menyebutkan bahwa tirai pada salah satu kereta kencana Raja Hayam Wuruk, Sri Nata Wilwatikta, dibuat dari kain sakral ini.

Meski berusia ratusan tahun, tradisi menenun gringsing tetap hidup dan hingga kini masih digunakan masyarakat Tenganan dalam berbagai upacara adat, mulai dari ritual keagamaan, upacara potong gigi, hingga pernikahan. (*)

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved