Berita Gianyar

BISING Musik di Living Stone Dikeluhkan Griya Panembahan Ubud, Simak Kronologi Lengkapnya!

Dirinya juga ditemui WNA yang mengatakan kepada Ida Sri bahwa hidup itu memang ada baik dan buruk. Namun Ida Sri menolak pernyataan tersebut.

TRIBUN BALI/I WAYAN ERI GUNARTA
YOGA -  Perwakilan Manajemen Living Stone, Iwan menunjukkan lokasi yoga di areal belakang restoran Living Stone, Senin (8/9). Inset: Ida Sri Bhagawan Panembahan Jawi Acarya Daksa Manuaba. 

TRIBUN-BALI.COM - Ida Sri Bhagawan Panembahan Jawi Acarya Daksa Manuaba dari Griya Panembahan, Jalan Andong, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar mengeluhkan kebisingan yang ditimbulkan kegiatan Restoran Living Stone yang berada di samping griya. 

Bahkan Ida Sri sampai mendatangi restoran tersebut untuk melayangkan protes pada Minggu (7/9) malam. Kebisingan tersebut dinilai seperti kegiatan clubing dengan musik sound horeg. 

Ida Sri membenarkan dirinya mendatangi restoran untuk memprotes kebisingan yang ditimbulkan. Sulinggih berusia 70 tahun itu mengaku sudah tidak tahan dengan kebisingan yang berasal dari restoran tersebut.

Pihaknya telah toleransi hampir selama tiga tahun. “Tadi (kemarin) malam, gila-gilaan, sound system sampai terdengar ke kamar,” kata saat ditemui, Senin (8/9). 

Baca juga: MIRIS Masih Banyak Anak & Perempuan Jadi Korban TPKS di Jembrana, Pelaku Kebanyakan Orang Terdekat!

Baca juga: MENDAGRI Tito Karnavian Dorong Kepala Daerah Kedepankan Pendekatan Kolaboratif dan Humanis

Ketika penghuni griya mendatangi restoran, mereka menemukan kegiatan tersebut dihadiri Warga Negara Asing (WNA) dan ada tiket masuk. 

Dirinya juga ditemui WNA yang mengatakan kepada Ida Sri bahwa hidup itu memang ada baik dan buruk. Namun Ida Sri menolak pernyataan tersebut. “Hidup itu harus baik terus. Selesai saya komplain, memang sound-nya dikecilkan, tetapi hanya 10 persen,” ujarnya.

Saat itu, kata Ida Sri, pengelola restoran mengatakan mereka telah memiliki izin sampai pukul 22.00 Wita. Namun menurut Ida Sri, jika pun telah memiliki izin, kegiatan tersebut menimbulkan gangguan sebelum pukul 22.00 Wita, maka seharusnya dihentikan.“Izin operasional belum sampai jam 10 tapi merusak kenyamanan harusnya dihentikan,” ujarnya.

Dirinya menilai, persoalan ini menimbulkan kekhawatiran keberlangsungan nilai-nilai spiritual dan budaya di Ubud, yang merupakan pusat spiritual dan budaya. Dirinya mengimbau agar griya lain memiliki perlindungan dari hal tersebut. Dirinya akan membawa persoalan ini ke rapat Sabha Pandita.

“Griya harus ada perlindungan dari pihak manapun. Karena griya adalah benteng, kalau griya jebol, jebol semuanya,” ujarnya. 

Sementara itu, Pihak manajemen Living Stone membantah musik tersebut merupakan kegiatan clubing dengan menggunakan sound horeg.

Kegiatan tersebut merupakan aktivitas yoga yang digelar Event Organizer (EO). Yoga tersebut dihadiri puluhan wisatawan praktisi yoga. Living Stone hanya menyewakan tempat, namun mereka mengakui musik yang ditimbulkan relatif keras.

“Sebetulnya itu even yang memang musiknya keras, kita tak menampik. Tapi kami tegaskan bukan kegiatan clubing, tidak ada DJ. Namun itu kegiatan yoga, ada EO tersendiri, kami hanya menyediakan tempat. Kami sudah koordinasi dengan Kelian. Saat ada tetangga yang protes, kami sudah turunkan volumenya,” ujar Perwakilan Manajemen Living Stone, Iwan.

Untuk memastikan kegiatan tersebut benar kegiatan Yoga, Iwan mengajak Tribun Bali ke setiap ruangan yang digunakan EO.

Berdasarkan pantauan, tidak terdapat sesuatu yang mengarah ke aktivitas clubing. Tidak ada bau alkohol, dan ruangan tersebut bersih, terdapat sisa-sisa bunga gumitir yang sebelumnya digunakan sebagai dekorasi. 

“Musik yang diputar kemarin itu musik yoga dan violine. Sound yang digunakan juga hanya satu sound, itupun kecil. Kemarin yang mengikuti kegiatan yoga sekitar 70-an orang,” ujarnya. 

Iwan mengatakan, manajemen selama ini sangat menghormati griya. Sebelumnya pihak griya juga sempat mengeluhkan terkait adanya live musik. Sebagai rasa hormat, pihaknya meniadakan dalam kurun waktu lama. 

Dan, ketika live musik kembali diadakan, hanya dilakukan seminggu sekali. “Live musik sudah jarang digelar karena komplinan beliau. Sekarang hanya seminggu sekali,” ujarnya. (weg)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved