Upacara Panca Wali Krama di Pura Besakih
Terkait Panca Wali Krama di Pura Besakih, PHDI Bali: Dilarang Ngaben Mulai 20 Januari
Serangkaian karya tersebut, umat Hindu di Bali dilarang melaksanakan upacara atiwa-tiwa atau ngaben mulai 20 Januari hingga 4 April 2019.
Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Karya Agung Panca Wali Krama akan digelar di Pura Agung Besakih, Rendang, Karangasem, pada 6 Maret 2019 mendatang.
Serangkaian karya tersebut, umat Hindu di Bali dilarang melaksanakan upacara atiwa-tiwa atau ngaben mulai 20 Januari hingga 4 April 2019.
Upacara Panca Wali Krama berlangsung setiap 10 tahun sekali. Ini merupakan karya terbesar kedua setelah Eka Dasa Rudra yang berlangsung setiap 100 tahun sekali.
Baca: Viral Retaknya Tebing Uluwatu, Begini Penjelasan BPBD Provinsi Bali
Karya Agung ini telah ditetapkan berdasarkan Pesamuan Madya yang digelar Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali pada 16 Agustus 2018 di Kantor PHDI Bali di Jalan Ratna, Denpasar.

Berdasarkan keputusan Pesamuan Madya itu, pemuput upacara dalam Panca Wali Krama adalah seluruh Sadhaka, berpedoman pada Keputusan Sabha Pandita PHDI Nomor: 02/Bhisama/Sabha Pandita Parisada Pusat/Xl 2002 tanggal 28 Oktober 2002.
Salah satu poin penting dalam keputusan ini adalah adanya pelarangan melakukan upacara atiwa-tiwa/ngaben dalam rentang waktu dari tanggal 20 Januari hingga 4 April 2019.
Lalu, bagaimana kalau ada yang meninggal setelah tanggal 20 Januari 2019? Sesuai keputusan Pesamuan Madya, maka diatur sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan.
Baca: Kisah Pilu Bayi Azzahra Divonis Gagal Jantung, Sang Ibu: Kalau Mandiin Bibirnya Sampai Lidahnya Biru
Apabila ada yang meninggal dunia boleh “mekinsan” di pertiwi dan dilakukan pada sore hari, namun tidak mendapatkan tirta pengentas.
Apabila yang meninggal adalah Sulinggih (dwijati), Pemangku atau mereka yang menurut dresta tidak boleh dipendem, secepatnya dikremasi dan juga diperkenankan untuk “ngelelet sawa”.
Bagi yang masih berstatus walaka tidak sampai munggah tumpang salu. Sedangkan bagi Sulinggih (dwijati) dapat dilanjutkan sampai munggah tumpang salu.
Ketentuan lainnya adalah, apabila memiliki jenazah belum diaben, agar nunas Tirtha Pemarisudha dari Pura Dalem Puri Besakih yang sebelumnya sudah dibagikan kepada seluruh umat Hindu di Bali, kemudian dipercikkan ke jenazah dengan terlebih dahulu menghaturkan upacara.
Baca: Kadus Dituding Selingkuhi Istri Orang, Warga Minta Kadus Wanasari Turun dari Jabatannya
Sementara itu, bagi umat Hindu yang berada di luar Bali agar melaksanakan Yasa Kerti disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing.
Ketua PHDI Bali, Prof. I Gusti Ngurah Sudiana, menyebutkan bahwa karya-karya agung seperti Panca Wali Krama merupakan proses penyucian alam.
Untuk itulah tidak diperbolehkan melaksanakan pengabenan.
“Karenanya, selama batas waktu tertentu dilakukan proses negtegan karya atau mapanyengker agar peristiwa-peristiwa suci bisa dipertahankan guna mendukung kesuksesan penyelenggaraan karya agung tersebut,” terang Sudiana.