Hari Raya Nyepi

Pengarakan Ogoh-Ogoh di Denpasar Masih Gunakan Sound System,Satpol PP: Keberadaan Mereka Tidak Jelas

Walaupun sudah ada kesepakatan bersama terkait larangan penggunaan sound system, namun masih ada saja yang melakukan pelanggaran.

Tribun Bali/Putu Supartika
Kasat Pol PP Kota Denpasar, Dewa Gede Anom Sayoga 

Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika

 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Walaupun sudah ada kesepakatan bersama terkait larangan penggunaan sound system saat pengarakan ogoh-ogoh pada malam pengerupukan, namun masih ada saja yang melakukan pelanggaran.

Para pelanggar ini, mengusung ogoh-ogoh mereka ke jalan raya dan diiringi dengan house music.

Terkait hal tersebut, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasat Pol PP) Kota Denpasar, Dewa Gede Anom Sayoga mengatakan pihaknya telah melakukan tindakan tegas terhadap para pengusung ogoh-ogoh yang menggunakan sound system.

"Saat acara, kami blok mereka dan kami minta agar mereka kembali ke daerahnya. Kalau ngotot ogoh-ogoh-nya mau lewat, sound system harus dilepas. Dan mereka itu keberadaannya tidak jelas, itu di luar STT (Sekaa Teruna Teruni). Itu komunitas sejenis geng," katanya saat dikonfirmasi, Sabtu (9/3/2019) siang.

Baca: 5 Masalah Kesehatan yang Bisa Terjadi karena Kebiasaan Minum Sambil Berdiri

Baca: Wanita 26 Tahun Ini Menato Hampir 60 Persen Tubuhnya agar Tak Mendapatkan Pekerjaan Normal

Akan tetapi, petugas tak lantas langsung memaksa mereka untuk melepas sound system dan menyitanya.

Hal ini dilakukan agar tak memicu konflik, mengingat jumlah petugas yang dikerahkan dengan jumlah masa yang ada tak sebanding.

"Kan biar tidak memicu konflik, petugas sedikit masa banyak, kan nanti jadinya runyam. Yang penting petugas turun, kita blokir dan dia tidak bisa lewat. Memang banyak yang coba-coba untuk melanggar. Buktinya hari H, kita sudah bina, sudah sosialisasi, masih ada yang coba melanggar, sehingga terpaksa kita blokir," kata Sayoga.

Ia mengatakan bahwa mereka yang tidak masuk STT ini memang sulit untuk dipantau keberadaannya.

Bahkan, menurut Sayoga ada sekaa yang dari luar Denpasar ikut pawai ogoh-ogoh ke Denpasar menggunakan sound system.

"Tiang seakan-akan akan kalang kabut waktu itu, orang banyak, dengan anggota sedikit. Tapi bukan berarti kami tidak tegas, kami dari Satpol PP tetap berbuat untuk mempertahankan ciri khas budaya masyarakat Denpasar. Ini kan prosesi pengerupukan, nyomya bhuta kala, kalau besok ada melasti pakai house music kan tidak cocok. Jadi kembali ke manusianya sendiri sadar nggak dia, harusnya malu. Ini bukan ajang pentas musik, ini juga bukan liga musik, ini prosesi dalam rangkaian Nyepi," sambung Sayoga.

Baca: Tidur Siang Ternyata Punya Manfaat untuk Menjaga Tekanan Darah

Baca: Sejarah Pembalut, Pembalut Awalnya Diciptakan untuk Para Pria

Baca: Sekelumit Perjalanan Soeharto yang Mungkin Belum Kamu Ketahui, Pernah Jadi Pegawai Bank

Sayoga menambahkan, semua STT di Denpasar telah melaksanakan surat edaran dan kesepakatan bersama terkait larangan penggunaan sound system tersebut.

Dan pihaknya juga menambahkan pihak desa dalam hal ini Bendesa telah bertindak maksimal dan tegas, hanya saja yang tak masuk STT sangat sulit dikontrol.

"Tentu persoalan ini bukan dibebankan ke Satpol PP saja, namun perlu didukung semua pihak. Utamanya dari sumber, di mana yang melanggar itu berasal, masuk wilayah mana. Bahkan ada komuntias tak jelas tiba-tiba ikut pawai, pakai sound system dan kita amankan sound itu dan titip di Kelurahan Pemecutan," imbuhnya.

Ia mengatakan pelaksanaan pawai ogoh-ogoh di titik nol Denpasar telah berjalan tanpa ada gangguan.

Gangguan tersebut menurutnya hanya ada di Jalan Gunung Agung, dan pihaknya juga sudah memblokade sehingga tidak masuk ke titik nol Denpasar. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved