Tanah Pemerintah Dapat Dihibahkan pada Desa Adat, Dengan Syarat untuk Kepentingan Publik

Nyoman Parta mengatakan Pemerintah Provinsi dimungkinkan untuk menghibahkan tanah milik Provinsi kepada desa adat

Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/Wema Satyadinata
Ketua Pansus Raperda tentang Desa Adat, Nyoman Parta. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Ketua Pansus Raperda tentang desa adat, Nyoman Parta mengatakan Pemerintah Provinsi dimungkinkan untuk menghibahkan tanah milik Provinsi kepada desa adat, jika memang sesuai dengan asas kemanfaatannya. 

“Kalau memang kebutuhannya untuk pasar, sekolah, pesraman, tempat ibadah ngapain ditengetin (dipersulit red), kasi aja kepada desa adat,” kata Parta usai memimpin rapat di Ruang Baleg, Kantor DPRD Bali, Sabtu (9/3/2019).

Sebaliknya, lanjut Parta, tanah desa adat juga bisa dimanfaatkan untuk kepentingan publik.

Namun sebelumnya tentu harus dilakukan pembicaraan dan kesepakatan bersama antara pihak desa adat dengan Pemerintah.

Baca: Aksi Emak-emak ke Kondangan Bawa Banyak Kantong Plastik untuk Bungkus Makanan

Baca: Kehebatan Ninja Terakhir Jepang: Mendengar Suara Jarum Jatuh hingga Menahan Panas & Dingin Ekstrem

Salah satu contoh bentuk kolaborasi yang melibatkan pemerintah dan desa adat adalah pembangunan sekolah Inpres yang sering menggunakan tanah-tanah desa adat.

“Sudah berjalan itu, apalagi dulu zaman sekolah inpres banyak tanah desa adat yang dipergunakan untuk sekolah. Sudah berjalan tinggal ada satu dua kasus-kasus yang belum selesai, pengadministrasiannya agar segera diselesaikan,” terang Ketua Komisi IV DPRD Bali ini.

Selanjutnya yang sering menjadi kendala terkait belum terselesaikannya proses pengadministrasian atas penggunaan tanah sekolah inpres.

Baca: BUMN Buka 11 Ribu Formasi Lowongan Pekerjaan untuk SMA, S1, S2, dan 10 Ribu Magang Beasiswa

Baca: Sakit Kepala Ekstrem hingga Melemahnya Cengkeraman, Tanda Serangan Stroke yang Tak Boleh Diremehkan

Hal tersebut disebabkan karena, pertama, prosesnya memang panjang dan pembangunan sekolah inpres itu sudah lama sekali sekitar yaitu tahun 1981-an.

Kedua, administrasinya saat itu hanya berdasarkan atas iktikad baik saja.

 “Ini tanah Pemerintah, ini penggantinya, akhirnya tidak terselesaikan,” ucapnya mencontohkan.

Ketiga, biasanya pemiliknya sudah berganti-ganti dan bendesanya juga telah berganti.

Baca: Tes Kepribadian: Kata Pertama yang Dilihat Ungkap Sifat Aslimu yang Sesungguhnya

Baca: Ini Rekaman Suara KKB Saat Serang TNI yang Tewaskan 3 Kopassus, Semua Terkurung, Baku Kejar

“Kalau itu tanah perorangan, orangnya sudah meninggal dan sebagainya. Itu menyusahkan,” jelasnya.

Sementara itu, Plt. Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, I Putu Astawa mengatakan roh dari revisi Perda tentang desa adat ini sebenarnya dalam rangka penguatan desa adat karena desa adat secara Undang-undang sudah diakui kedudukannya.

Dalam rangka memperkuat itulah, dari unsur-unsur pemberdayaannya akan dikembangkan terutama dalam peningkatan kualitas SDM dalam menghadapi tantangan global, supaya Bali tetap memiliki daya saing  dalam kancah nasional maupun internasional.

Di samping itu, kata Astawa, persoalan budaya dengan arus globalisasi saat ini akan terus terdegradasi.

Baca: Raperda Atur Bendesa Dipilih dengan Musyawarah Mufakat, Tak Ada Lagi Sistem Voting dalam Pemilihan

Baca: Kapolresta Denpasar Ajak Pengurus Masjid Jaga Kondusifitas & Sukseskan Pemilu 2019

Sumber: Tribun Bali
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved