Tercantum dalam Saramuscaya, Karakter Manusia Hindu Adalah Pradnya, Begini Penjelasannya
Prof yudha menyampaikan materi tentang Nyepi dan implementasi dalam memperkokoh kebhinekaan di era milenial
Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Irma Budiarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Forum Persaudaraan Mahasiswa Hindu Dharma Universitas Udayana menyelenggarakan Seminar budaya yang dirangkaikan dengan acara Dharma Santhi Penyepian Tahun Saka 1941 di Ruang Nusantara Gedung Agrokomplek Universitas Udayana, Sabtu (23/3/2019).
Salah satu narasumber yang dihadirkan untuk memberikan pemaparan adalah Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Kementerian Agama RI periode 2006-2014, Prof Dr Ida Bagus Yudha Triguna.
Prof yudha menyampaikan materi tentang Nyepi dan implementasi dalam memperkokoh kebhinekaan di era milenial.
Baca: Bali Masuki Musim Transisi dari Penghujan Menuju Kemarau, Berikut Perkiraan Cuaca 3 Hari ke Depan
Baca: Cegah Kejahatan Lintas Negara Melalui Genk Motor, AFP Bekerja Sama Dengan Polresta Denpasar
Menurutnya Hari Raya Nyepi memiliki makna bagaimana cara membangun karakter manusia Hindu.
Selain itu, dalam Nyepi juga bermakna mengendalikan krodha (rasa marah) guna membangun kestabilan jiwa.
Lebih lanjut Prof Yudha menjelaskan terkait apa itu karakter manusia Hindu.
Dalam sloka 299 sampai 313 Kitab Saramuscaya dipertegas kembali bahwa karakter manusia Hindu adalah pradnya.
Baca: Bentuk Plafon Kamar Tidur Mempengaruhi Rezeki Penghuninya, Ini Menurut Feng Shui
Baca: WNA Rusia Diamankan Setelah Selundupkan Anak Orang Utan yang Telah Dibius, Dimasukkan ke Keranjang
Yang dimaksud pradnya yaitu menguasai kompetensi sesuai dengan swadharma masing-masing.
“Kalau menjadi guru maka kuasailah kompetensi sebagai seorang guru. Kalau menjadi seniman kuasailah kompetensi menjadi seniman. Itulah yang disebut pradnya. Orang Hindu harus pradnya. Itu disebutkan dalam sloka 302,” jelasnya.
Lebih lanjut dikatakannya, ada beberapa cara untuk menguasai kompetensi, antara lain pertama, bisa dilakukan dengan banyak bergaul.
Kalau orang Hindu tidak mudah bergaul maka dia tidak memiliki potensi untuk menjadi manusia pradnya.
Baca: Setiap Hari Lalu Lintas di Nusa Penida Crowded, Suwirta Usulkan Jalan Lingkar
Baca: Sering Depresi Saat Usia 20-an? Awas Daya Ingatan Berkurang Ketika Usia 50-an
Prof Yudha selanjutnya menceritakan bahwa dirinya dulu ketika masa kuliah aktif berorganisasi dan bergaul karena pernah menjadi Ketua Senat Mahasiswa dan Ketua Peradah.
Cara kedua yang bisa dilakukan adalah dengan membangun jejaring sebanyak-banyaknya, baik dengan orang, lembaga ataupun instansi.
“Orang Hindu harus membangun jejaring dan mengembangkan sayapnya,” tandasnya.
Dan ketiga, dengan cara memperbanyak diskusi.
Baca: Kabupaten Se-Bali Akan Tampilkan Tarian Kolosal Daerah di Pawai PKB 2019, Jumlah Penari hingga 200
Baca: Gramedia dan Loop Adakan Simulasi SBMPTN 2019 Berbasis Web, Beri Hadiah untuk Peraih Nilai Terbaik