Kisah Ni Wayan Ratih Tritamanti, Mengabdi 34 Tahun di Sekolah Luar Biasa
Ratih, sapaan akrabnya, telah mengabdi sejak tahun 1985 sebagai pengajar di SLB Negeri 1 Denpasar
Penulis: Noviana Windri | Editor: Irma Budiarti
Laporan Wartawan Tribun Bali, Noviana Windri Rahmawati
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - "Apakah saya bisa ke depannya mengajar mereka yang berkebutuhan khusus," kalimat yang diucapkan oleh Ni Wayan Ratih Tritamanti (59) saat menceritakan awal mengemban tugas mendidik anak-anak berkebutuhan khusus.
Ratih, sapaan akrabnya, telah mengabdi sejak tahun 1985 sebagai pengajar di SLB Negeri 1 Denpasar, Jalan Sersan Mayor Gede, Dauh Puri Klod, Denpasar, Bali.
Selain menjadi pengajar, Ratih juga Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) Kurikulum SLB N 1 Denpasar.
Sebelumnya, ia mengabdi sebagai guru di sekolah reguler di Kota Denpasar.
Dikatakan, sebelum lolos tes CPNS yang menempatkannya untuk mengajar di SLB N 1 Denpasar, ia mengabdi di sekolah reguler di Ubud.
"Sebelum awalnya mengajar di sini, saya juga mengabdi di sekolah umum di SMAN Ubud dan SMA Pembangunan. SK PNS turun Maret tahun 1985. Sejak itu saya meninggalkan mengajar di Ubud. Saya fokus mengajar di sini. Lama kelamaan juga ternyata menikmati," ceritanya ramah kepada Tribun Bali, Sabtu (25/5/2019).
Baca: Kini Membela Kalteng Putera, Eks Pemain Bali United, Gede Sukadana Ngaku Lebih Dihargai di Luar
Baca: Siap Tampilkan 26 Materi, Denpasar Turunkan 3.000 Seniman Saat PKB ke-41 Juni Mendatang
Perempuan berparas cantik dan berambut sangat panjang ini mengungkapkan kesulitan awal mengajar di SLB hanyalah tidak ada pemahaman tentang cara menulis soal-soal dengan huruf braile.
Serta cara mengajak anak-anak berkebutuhan khusus keluar dari lingkungan sekolah, yang masuk dalam program orientasi mobilitas sosial komunikasi.

"Di awal tantangannya saya hanya tidak paham dengan huruf braile. Karena alat-alat untuk menulis soal ulangan itu dengan mesin membutuhkan banyak waktu dan tenaga karena berat sekali memencet mesin parkinsnya," terang perempuan yang sudah mengabdi selama 34 tahun.
Ia percaya, melayani dan mendidik anak-anak berkebutuhan khusus merupakan yadnya untuk menjadi bekal saat dirinya tiada nantinya.
"Bukan penghargaan-pengahargaan formalitas saja yang ingin saya capai. Tetapi apa yang bisa saya berika kepada negara dengan kemampuan saya. Kemampuan memahami anak-anak berkebutuhan khusus, kekurangan, kelebihan, atau potensi yang bisa dicapai oleh anak didik," ujarnya.
Baca: Seorang Wanita di Legian Diduga Cekik Bayinya Yang Baru Lahir Lalu Dibuang ke Tempat Sampah
Baca: Padat Penduduk dan Wilayah Luas, Denpasar Masih Kekurangan 20 Mobil Pemadam Kebakaran
Ia juga memberikan motivasi-motivasi kepada sesama guru untuk totalitas terhadap pekerjaan.
"Totalitas dalam pekerjaan itu jangan berputus asa. Mau terus memacu diri untuk ilmu pengetahuan dan pelayanan kebutuhan peserta didik," tambahnya.
Ia berharap masyarakat lebih sadar jika memiliki anak berkebutuhan khusus supaya tetap disekolahkan dan tidak memberikan label negatif terhadap anak-anak berkebutuhan khusus.
