EKSKLUSIF Tribun Bali

Habis Rp 1,5 Miliar Untuk Kursi Dewan

Ongkos Wajah Baru Jadi Anggota Dewan, Biaya Saksi dan Makan-makan Paling Banyak

Editor: Iman Suryanto
Tribun Bali/I Putu Darmendra
Foto ilustrasi Pelantikan anggota dewan terpilih 2014-2019 beberapa waktu lalu 

Laporan Wartawan Tribun Bali, Miftahul Huda dan Putu Candra

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Memakai jas lengkap dengan dasi dan peci di kepala, para anggota DPRD Kota Denpasar tampak begitu berwibawa. Perasaan sumringah menghiasi wajah-wajah mereka usai pelantikan di gedung DPRD Denpasar, Jalan Melati No 17 Denpasar, Selasa (19/8) lalu. Usaha keras mereka untuk menjadi dewan akhirnya kesampaian juga.

Untuk menuju kursi dewan terhormat, memang bukan perkara mudah. Para wakil rakyat itu harus melakukan segala pengorbanan, dari jual aset, berhutang hingga bongkar tabungan. Nilainya cukup wah dari ratusan hingga miliaran rupiah.
    
Tribun Bali coba mengulik cerita dari sejumlah anggota dewan terpilih terkait pengalaman dan perjuangan mereka meraih simpati pemilihnya termasuk biaya yang digelontorkan.
    
Ada yang buka-bukaan mengaku, ada yang setengah terbuka tapi minta namanya dirahasiakan. Ada yang malu-malu ada juga yang menolak membeber serba-serbi perjuangan mereka untuk duduk di kursi panas para legislator ini.
    
Anak Agung Susruta Ngurah Putra satu di antara dewan Denpasar yang mau terbuka diwawancarai terkait pengorbanan dia menuju gedung DPRD.
    
"Saya tidak cukup banyak habisnya, karena saya sudah menanam investasi sudah lama. Seperti saya pernah jadi Kelian (Kepala Lingkungan) Banjar Gerenceng Denpasar, saya juga punya (karyawan) supermarket dan hotel," katanya ditemui Tribun Bali di kantor DPC Partai Demokrat Denpasar di kawasan Lapangan Margarana Renon, Kamis pekan lalu.
    
Terlebih dia juga sudah menjabat sebagai anggota dewan periode 2009-2014. Karena itulah dia adalah figur yang tidak asing lagi bagi masyarakat di Denpasar. Terlebih politikus Demokrat ini dikenal cukup kritis kepada Pemkot Denpasar, wajahnya kerap menghiasi pemberitaan berbagai surat kabar lokal di Bali. Alasan itulah yang membuat dirinya banyak dikenal.
    
"Jadi periode ini tidak terlalu banyak mengeluarkan uang. Paling untuk pasang baliho saja dan kegiatan simakrama (kunjungan ke banjar-banjar)," imbuhnya.
    
Disinggung soal besaran uang nominalnya, kata dia, cukup kecil karena di bawah Rp 100 juta. Jumlah ini lebih besar dibanding periode 2009 yang saat itu dirinya belum dikenal menghabiskan dana Rp 200 juta.

"Saya rutin membina komunikasi ke masyarakat kelompok bisnis (keluarga) dan adat. Jadi tidak terlalu banyak ngeluarin uang untuk tahun ini," terangnya.
    
Bagaimana dengan muka baru? Berdasarkan hasil penelusuran Tribun Bali, kelompok debutan inilah yang menghabiskan dana cukup fantastis. Mereka menyebut angka miliaran rupiah.
    
"Saya habisnya ya kisaran sampai Rp 1,5 miliar," katanya terus terang, namun ia mewanti-wanti namanya tidak disebut di koran. Pria yang seorang tokoh terkenal dan memiliki penginapan di Denpasar ini mengaku dana itu adalah uang tabungannya selama ini.
    
Uang tersebut digunakan saat proses sebelum dan saat kampanye dimulai. "Untuk simakrama terus bikin baliho kemudian baju juga," jelasnya.     

Keperluan lain adalah memberikan dana untuk tim sukses yang bertugas mencari suara di kantong daerah pemilihan (dapil). Dana-dana ini cukup besar, sumber lain menyebut untuk pembuatan baliho saja misalnya satu baliho dipatok Rp 1 juta plus biaya pasangnya.  
    
Harga Rp 1 juta untuk baliho ini untuk biaya masang plus makan, rokok, dan uang lelah pemasang yang biasanya adalah kader atau simpatisan sendiri.     

Jika satu calon memasang 50 baliho maka akan ketemu nilai Rp 50 juta untuk biaya baliho. "Harga baliho untuk cetaknya saja murah, kalau ukuran 3x4 meter paling Rp 200 ribuan, yang mahal itu biaya pasangnya," jelasnya.

Metta Dibantu Keluarga
Biaya lain yang cukup besar adalah memberi uang saku kepada para saksi. Hal ini berdasarkan pengakuan Putu Metta Dewinta Wandy, yang termasuk pendatang baru di DPRD Denpasar.
    
Menurut Metta, pihaknya membayar Rp 200 ribu per saksi di beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang dianggap basis massa suaranya cukup kuat. “Biaya saksi yang banyak kita keluarkan," ungkapnya.
    
Secara keseluruhan, perempuan satu-satunya yang menjadi anggota DPRD Denpasar ini dikabarkan mengeluarkan dana kampanye yang cukup fantastis. Saat ditemui beberapa waktu lalu di Gedung DPRD Denpasar dirinya menuturkan, dana yang dikeluarkan selain dari kantong pribadi juga berasal dari sumbangan keluarga besarnya.
    
“Kalau biaya kampanye keseluruhan aku nggak tahu, karena yang mengelola itu tim. Dana kampanye kemarin memang dari orangtua dan keluarga besar, aku nggak tahu berapa semuanya, tapi nggak banyak banget sih, kisaran 300an juta,” ungkapnya.
    
Untuk biaya pembuatan sekaligus pemasangan baliho dan transportasi kebanyakan datang dari hasil sumbangan. Metta justru banyak menghabiskan dana untuk konsumsi para relawannya.
    
“Kebetulan nyetak baliho di depan rumah, jadi itu juga hasil sumbangan. Yang membengkak itu biaya konsumsi karena orang datang ke rumah dan kita kan harus menyediakan makan, ke situ yang lebih banyak biayanya," tutur wanita cantik ini.
    
Khusus untuk simakrama, ia menyebutkan tak mengeluarkan biaya yang banyak karena mendapat sumbangan dari keluarga besarnya. "Simakrama lumayan sering ke pura-pura misalnya pada saat Purnama. Tapi untuk ngumpulin massa dalam jumlah yang banyak biasanya sering nebeng seperti waktu Pak Suwandhi buat acara, saya ikut beliau,” ucap kader Partai Golkar ini.
    
Perincian biaya saat kampanye tidak dibuat dan secara keseluruhan dananya dari kantong pribadi dan sumbangan dari keluarga besar. “Yang juga paling terasa keluar uang itu kayak cetak poster, kartu nama, kalender, dan itu keluar dari uang pribadi. Saya juga tanya ke bapak berapa ngabisin waktu kampanye katanya nggak usah dihitung, karena banyak dari sumbangan,” tuturnya.
    
Sedangkan Ketut Budiarta, anggota DPRD Denpasar dari Partai Gerindra, mengaku menghabiskan dana kampanye sekitar Rp 250-300 juta. Ia mengatakan bahwa sebagian besar dana kampanye dihabiskan untuk biaya jamuan makan-makan dan uang bensin untuk para pendukungnya.
    
Ukuran caleg sepertinya, kisaran Rp 250-300 juta masih relatif kecil untuk dana kampanye. Menurutnya ada beberapa caleg yang sampai menghabiskan minimal Rp 1 M untuk sekadar dana kampanye.
    
Informasi lain yang dihimpun di kalangan dewan, ada anggota dewan debutan yang menghabiskan dana mencapai Rp 2 miliar. Sayangnya, anggota dewan ini tidak bersedia merinci pengeluaran serta angka yang disebutkan tersebut.
    
Rata-rata dari keterangan sejumlah dewan untuk dewan baru atau dewan yang belum terkenal minimal dana yang dihabiskan di angka terendah Rp 300 juta, kemudian Rp 500 juta, dan Rp 700 juta, dan tertinggi di angka miliaran rupiah. Untuk dewan yang dananya pas-pasan maka utang adalah jalan terbaik.

SK Dewan Jadi Jaminan Kredit

BERHASIL meraih kursi di DPRD, bukan berarti sang anggota dewan tinggal duduk nyaman. Mereka masih harus berpikir keras menutupi utang-utang yang dipakai selama kampanye, khususnya untuk para dewan terpilih yang dananya pas-pasan.
    
Utang ini sudah menjadi kebiasaan sesaat setelah pelantikan anggota dewan dilaksanakan. Bahkan sepekan kemarin  Bank Pembangunan Daerah (BPD) sudah langsung 'menyebar' formulir pinjaman ke anggota DPRD terpilih.
    
"Besarannya beragam rata-rata Rp 300 sampai Rp 500 juta, kemudian potongan plafonnya (batas atas) 60 persen dari gaji yang diterima," imbuh anggota dewan incumbent, yang minta namanya dirahasiakan.
    
Utang ke bank ini biasanya dilakukan untuk menutup utang sebelumnya. "Kalau utang ke bank ini kan langsung dipotong gaji, jadi seperti kita gak ikut bayar, cuma gaji berkurang itu saja," paparnya.
    
Kabar adanya penawaran kredit dari BPD kepada anggota dewan dibenarkan Putu Metta Dewinta Wandy. Bahkan anggota dewan dari Fraksi Partai Golkar ini telah ditawarkan untuk mengajukan kredit.
    
“Sehari usai pelantikan saya sudah ditawari pengajuan kredit. Saya belum berani mengajukan kredit lagian juga belum perlu uang karena belum berkeluarga, belum ada tanggungan. Cari aman saja,” tutur dewan yang memang masih berstatus single ini.
    
Diungkapkannya, ada beberapa anggota dewan yang telah mengajukan kredit ke BPD dengan beberapa alasan, entah membayar utang biaya kampanye atau keperluan lainnya. Namun untuk jaminan kredit dikatakan Metta, memakai sertifikat tanah atau rumah, bahkan jaminan SK.
    
“Kayaknya ada beberapa anggota dewan yang mengajukan kredit, dan dari obrolan sudah ada yang mengajukan kredit,” tutur perempuan yang juga masih tercatat sebagai mahasiswa S2 Magister Ilmu Hukum di Universitas Udayana ini.
    
Ketut Budiarta, anggota DPRD Kota Denpasar dari Partai Gerindra, mengaku dalam waktu dekat akan mengajukan pinjaman ke BPD dengan alasan untuk memperluas usaha yang ia miliki. “Masih sebatas rencana. Liat-liat dulu lah besaran suku bunganya,” katanya.
    
Ia juga tahu kalau beberapa rekannya di dewan mulai ada yang mengajukan kredit dengan jaminan SK anggota dewan. “Teman-teman sudah mulai ada sih yang mengajukan. Mungkin saya nanti akan menyusul mereka,” ujarnya sembari tersenyum.
    
Bagaimana dengan gaji anggota dewan? Data perincian gaji anggota DPRD Kota Denpasar periode 2014-2019 berkisar Rp 20 juta. Gaji tersebut terinci dengan berbagai tunjangan di antaranya gaji pokok Rp 4,4 juta, tunjangan perumahan Rp 11,9 juta, dan tunjangan komunikasi sebesar Rp 3,5 juta.
    
Saat dikonfirmasi Tribun Bali, Minggu (7/9), Kabag Keuangan DPRD Denpasar Made Suwitra menyatakan, gaji tersebut telah diatur dalam PP 24 tahun 2004.
    
Ia menuturkan, yang sudah jelas rincian gaji anggota dewan. Bila terpilih menjadi ketua dewan, gaji pokoknya akan disesuaikan dengan wali kota. Sedangkan wakil ketua juga disesuaikan denga wakil wali kota.
    
"Semua sudah diatur dan yang jelas anggota dewan mendapat uang representasi, tunjangan istri, anak, tunjangan komunikasi intensif, tunjangan perumahan dapat," jelasnya.
    
Ketika ditanya tentang besaran gaji mencapai Rp 20 juta, pihaknya belum berani memastikan. "Kayaknya tidak melewati kisaran segitu," kata Suwitra.

Banyak Potongan
Namun seorang anggota dewan dipastikan tak bisa membawa pulang sepenuhnya gaji yang diterima. Selain untuk membayar utang, mereka juga kena potongan dari fraksi, induk partai, serta koperasi.
    
"Belum lagi kalau ada warga (pendukung) kita yang datang ke rumah, pas mau Galungan, Nyepi itu banyak sekali," aku seorang anggota dewan yang sudah senior.
    
Karena itulah banyak anggota dewan yang pada saat-saat tertentu hanya terima gaji Rp 2 juta dari total gaji resmi yang seharusnya diterima setiap bulannya Rp 21,6 juta. "Kalau gaji yang diterima Rp 2 juta itukan minus namanya, saya lihat sendiri kok ada yang seperti itu. Tapi maaf saya tak bisa sebut namanya," terangnya.
    
Lalu harapan untuk uang tambahan datang dari uang saku saat kunjungan kerja. Setia kunjungan yang sudah diatur dalan agenda resmi ini, dewan mendapat uang saku sekitar Rp 3 juta.
    
Apesnya bagi anggota dewan mulai tahun ini uang saku yang mereka terima hanya berkisar Rp 1,5 juta. Hal ini terkait dengan peraturan terbaru.
    
Model politik transaksional ini bagi sebagian oknum dewan kadang disikapi dengan bermain sejumlah proyek dengan fee yang mereka terima. "Tapi itukan oknum, hanya beberapa saja," ungkapnya.  
    
Untuk itulah sumber ini menyarankan kepada warga yang akan maju sebagai calon anggota dewan harus terlebih dahulu matang secara ekonomi. Jika tidak, kata dia, akan kelimpungan sendiri khususnya saat mengembalikan modal. (Tribun Bali Cetak)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved