Warga Buleleng Munjung di Setra Saat Hari Raya Galungan
Mereka memanjatkan doa sembari meletakkan buah-buahan, bunga, dan janur (punjung) di atas tanah kuburan
Penulis: Lugas Wicaksono | Editor: Iman Suryanto
TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Sejumlah orang berkumpul di satu sudut setra (kuburan) Buleleng, Rabu (17/12). Mereka memanjatkan doa sembari meletakkan buah-buahan, bunga, dan janur (punjung) di atas tanah kuburan. Hujan deras terus mengguyur sejak pagi hari membasahi tanah dan pepohonan di setra itu.
Satu di antara sejumlah orang itu adalah Made Wardana. Setiap hari raya Galungan ia selalu rutin bersama istri, anak, dan keluarga yang lain melaksanakan munjung dengan mengunjungi kuburan anggota keluarga yang belum diaben sembari membawa sesajen.
"Ini tadi habis dari kuburan ayah sama ibu. Setiap Galungan memang kami selalu rutin datang ke kuburan anggota keluarga yang belum diaben. Namun agak siang karena hujan. Kalau pagi lebih ramai lagi," ujarnya seusai munjung itu.
Dikatakan, selama jasad anggota keluarga yang telah meninggal belum diaben, maka arwahnya masih bersemayam di dalam kuburan. Sehingga sesuai tradisinya ketika hari raya Galungan diberikan sesaji.
Ia juga membawa makanan kesukaan almarhum yang dihaturkan secara simbolis di atas pusara. Hal ini sebagai bentuk penghormatan kepada ruh anggota keluarga yang telah meninggal.
"Tadi bawa lawar sama rokok juga. Karena kesukaan beliau waktu hidup masakan itu sama suka merokok," katanya.
Munjung ini biasa dilakukan umat Hindu ketika hari raya Galungan. Anggota keluarga yang masih hidup wajib mendatangi kuburan keluarganya.
"Bedanya di Buleleng sama daerah lain ketika Galungan wajib ke kuburan. Kalau di daerah lain terlihat lebih meriah setiap rumah harus pasang penjor. Kalau di sini tidak semua harus pasang penjor, kecuali Galungan Nadi yang bertepatan dengan hari purnama," ungkapnya.
Munjung tidak hanya dilaksanakan di Setra Buleleng, namun di setra-setra yang ada di Buleleng. (*)
