Desa Tegal Badeng Barat Jadi Sentra Bata Merah Bali Barat
Dengan dibantu istrinya saja, Agus Putra mampu memproduksi 15.000 sampai 40.000 buah batu bata merah per bulan.
Penulis: I Gede Jaka Santhosa | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
Untuk menghasilkan batu bata merah, perlu proses yang cukup rumit dan waktu lama.
Sejumlah bahan dasarnya seperti tanah liat, owot pesak (kulit gabah), dan air dicampur terlebih dahulu kemudian dicetak.
Setelah itu, baru hasil cetakan ini diiris-iris agar lebih rapi lagi dan cepat kering.
Sesudah kering dan berwarna cokelat, batu bata merah mentah ini dimasukkan ke tungku api dan dibakar dengan kayu bakar selama 24 jam penuh hingga warna menjadi kemerahan.
"Sekarang ini cari bahan dasarnya yang agak susah, karena tanah liat di sini sudah habis semua. Tanah liatnya sekarang didatangkan dari desa lain. Harganya mahal, satu truk engkel tanah liat biasanya saya beli Rp 130 ribu yang menghasilkan sampai 1.400 batu bata merah. Belum lagi kayu bakar Rp 1 juta per engkel dan owot pesak Rp 500 ribu per engkel," beber bapak tiga anak ini.
"Untuk menutupi biaya produksi kami tidak pakai buruh. Istri saya juga seharinya jadi buruh di tempat lain. Kalau sudah selesai baru bantu buat batu bata merah," tandasnya. (*)