Pesta Kesenian Bali

‘Tragedi Bali’ Kisah Subali dan Sugriwa, Apa Salah Hamba? Apa Dosa Hamba?

Tempyas, tempyas, tempyas…! Tatkala Bali dan Sugriwa bertarung hebat, tiba-tiba sebuah panah menusuk tubuh Bali

Penulis: I Wayan Erwin Widyaswara | Editor: Aloisius H Manggol
Tribun Bali/I Wayan Erwin Widyaswara
Suasana pementasan drama klasik “Tragedi Bali” yang dibawakan oleh Sanggar Teater Mini. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Pengembangan kisah Subali dan Sugriwa dipentaskan dalam bentuk kolaborasi antara teater, arja, drama, wayang, prembon, dan tari Bali di Gedung Ksirarnawa, Art Centre, Denpasar, Sabtu (18/6/2016) malam.

Kolaborasi selama dua jam bertajuk “Tragedi Bali”, itu digarap oleh Sanggar Teater Mini Denpasar.

Banyak pesan-pesan yang dapat dipetik dari pementasan kolaborasi itu, hingga membuat penonton terpukau sembari bertepuk tangan meriah.

Tempyas, tempyas, tempyas…! Tatkala Bali dan Sugriwa bertarung hebat, tiba-tiba sebuah panah menusuk tubuh Bali.

Terdengar suara sang Dewa Rama yang berkata apabila ia berhasil melepas panah tersebut, maka ia bersih dari segala dosa.

Namun sebaliknya apabila panah tak bisa dilepas dari tubuhnya, maka hidupnya bergelimang dosa. Tangan Bali mulai memegang panah itu. Ia tampak kesusahan melepas bujur panah itu.

Di tengah kepasrahannya, Bali bertanya, “Apa salah hamba? Ada dosa hamba?.”

“Dua dosa besarmu. Pertama, kamu tidak menghargai milik sendiri. Kedua, kami tidak menghargai milik orang lain,” ucap Rama.

Mendengar pernyataan dan penjelasan Dewa Rama, Bali akhirnya sadar akan dosa-dosanya.

Panah yang menancap di bagian perutnya pun bisa ia lepas.

Begitulah cuplikan di akhir pementasan yang disutradarai dan dipertanggungjawabkan oleh Ida Bagus Anom Ranuara dan Ida Bagus Purwasila itu.

Mereka menggarap pementasan ini dengan sangat apik dan rapi. IB Purwasila menjelaskan, sedikitnya ada sekitar 75 orang ikut dalam pementasan tersebut.

Dijelaskan secara singkat, pementasan yang dimulai pukul 20.00 wita sampai pukul 10.00 wita kemarin ini merupakan cuplikan epos Ramayana, khususnya pada bagian Kanda ke IV yakni “Kiskina Kanda”.

“Pada bagian ini dikisahkan  terjadi perang saudara antara Bali dan Sugriwa, gara- gara memperebutkan seorang bidadari bernama Dewi Tara. Pada awalnya Bali yang memiliki kesaktian ‘Aji Pancasona’ sulit dikalahkan oleh Sugriwa. Bahkan Bali sempat memperistri Dewi Tara dalam waktu yang cukup lama sampai lahir seorang putra yang bernama Anggada. Namun seiring perjalanan waktu dengan bantuan Sri Rama, Sugriwa berhasil mengalahkan Bali. Selanjutnya menjadikan Dewi Tara sebagai istrinya. Bali adalah sebuah tragedi, ada dua dosa besar yang telah dibuatnya. Sebagaimana dikatakan Sri Rama, yakni Bali tidak menghargai milikmu sendiri dan Bali tidak menghargai milik orang lain” ujar I.B Purwasila ditemui seusai pementasan.

Berbagai pesan-pesan yang disampaikan membuat para penonton bertepuk tangan meriah.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved