Wow, Penonton Membeludak dari Seluruh Bali, Penasaran Calonarang Layon Mapendem
Saat itu, Dewa Aji Tapakan (55) yang menjadi layon atau watangan (bangke matah) mulai menjalani prosesi seda (meninggal) dan dimandikan layaknya
Penulis: Eka Mita Suputra | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
"Saya dan istri saya sudah dari jam lima sore sampai ke Getakan. Kami memang senang menonton Calonarang. Calonarang di sini unik. Baru pertama kalinya kami tahu ada Calonarang dengan layonnya dikubur, jadi kami luangkan waktu untuk nonton," ujar Wiryanata yang mengaku datang ke Klungkung dengan mengendarai sepeda motor.
Ada beberapa warga dari Karangasem dan Bangli yang juga datang untuk menonton.
"Penasaran saja, pingin nonton. Benar atau tidak dikubur," ujar Wayan Rimpen, warga Tembuku Bangli.
Sekitar pukul 23.00, Dewa Aji Tapakan pun melalui proses ngebah atau istilahnya seda di Pura Pusat Sari, yang letaknya di utara Banjar Adat Getakan.
Setelah prosesi ngebah, layon diarak ke catus pata Banjar Adat Getakan, lalu dilanjutkan dengan prosesi mesiram atau memandikan jenazah di perempatan Getakan.
Setelah mesiram, layon disemayamkan di Bale Dangin dilanjutkan dengan diberi sesajenan.
Tepat pukul 00.00 Wita, diarak menuju setra untuk dipendem. Tidak boleh ada warga di setra saat itu, kecuali kerabat.
"Waktu bangun tidak ada batas waktu, mungkin saja jam 4 atau lebih, menurut sesolahan Ida Ratu Mas Klungkung yang akan membangkitkannya dari kubur," ujar Cokorda Putra Parwata, Perbekel Desa Getakan sekaligus penasehat panitia Calonarang Mependem. (*)