Wow, Penonton Membeludak dari Seluruh Bali, Penasaran Calonarang Layon Mapendem
Saat itu, Dewa Aji Tapakan (55) yang menjadi layon atau watangan (bangke matah) mulai menjalani prosesi seda (meninggal) dan dimandikan layaknya
Penulis: Eka Mita Suputra | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Suasana mistis semakin terasa saat memasuki pukul 23.00 Wita.
Sejumlah krama Banjar Adat Getakan kembali kerauhan.
Baca: VIDEO: Mengharukan, Ketika Layon Dewa Aji Tapakan Bangkit dari Kubur, Disambut Tepuk Tangan
Saat itu, Dewa Aji Tapakan (55) yang menjadi layon atau watangan (bangke matah) mulai menjalani prosesi seda (meninggal) dan dimandikan layaknya jenazah.
Baca: Aura Magis, Tubuh Dewa Aji Tapakan Diikat Kain Kafan dan Tikar Usai Dimandikan
Kamis (13/10/2016) atau Wraspati Umanis Pahang menjadi hari yang istimewa bagi warga Banjar Adat Getakan, Banjarangkan, Klungkung, Bali.
Saat itu, Banjar Adat Getakan menggelar pertunjukan Calonarang Watangan Mependem atau bangke hidup dikubur di setra.
Sejak pagi hari, krama Banjar Adat Getakan sudah mempersiapkan berbagai sarana upakara untuk menunjang ritual sakral tersebut.
Aroma dupa dan bunga tercium dari krama yang silih berganti melakukan persembahyangan.
Petapakan Ratu Mas Bukit Jati, Ratu Mas Dalem Lingsir, Ratu Mas Klungkung, dan Petapakan Barong Ket yang sebelumnya distanakan di Pura Dalem Desa Pakraman Getakan, sudah melinggih di Bale Banjar Banjar Getakan.
Sekitar pukul 15.00 Wita, sejumlah krama mulai membuat liang untuk mengubur layon yang dilakoni Dewa Aji Tapakan.
Liang kubur yang dibuat relatif cukup luas, dan mengikuti ukuran peti yakni dengan lebar sekitar 1,15 meter, panjang 2 meter dan tinggi hingga 1,2 meter.
Langit di Desa Getakan pun mulai temaram.
Tepat pukul 18.00 Wita, suara gamelan terdengar riuh, dan ribuan Krama Banjar Adat Getakan berjalan berlahan menuju setra.
Setiap warga yang berada dipinggir jalan, ketika itu diminta untuk menepi dan duduk sesaat, karena Petapakan Ratu Mas Bukit Jati, Ratu Mas Dalem Lingsir, Ratu Mas Klungkung, dan Petapakan Barong Ket memargi menuju setra.
Suasana sakral mulai terasa, ketika beberapa Krama Adat Getakan kerauhan (trance), saat berjalan beriringan dengan Ratu Mas Klungkung. Ribuan Krama Banjar Adat Getakan turut menyaksikan persiapan prosesi Calonarang dengan layon mependem yang baru pertama kalinya digelar.
Setelah melakukan ritual persembahyangan, Dewa Aji Tapakan berlahan bangun dari duduknya.
Pria yang akan melakoni peran sebagai layon dan akan dipendem atau dikubur tersebut langsung berdiri di depan liang.
Dalam liang tersebut sudah dimasukkan peti, yang menjadi tempat Dewa Aji Tapakan saat dikubur.
Ribuan masyarakat Banjar Adat Getakan berusaha mengabadikan momen langka tersebut.
Hari semakin gelap, Dewa Aji Tapakan memejamkan matanya sembari membawa sebatang dupa.
Dengan menggenakan pakaian serba putih, ia tampak sangat khusyuk berdoa.
Meskipun akan dikubur, tidak tampak raut ketakutan atau kekhawatiran dari wajahnya.
"Beliau (Dewa Aji Tapakan) sudah siap jasmani dan rohani untuk ngayah. Kita serahkan semuanya pada Ida Sesuhunan, karena beliaulah yang berkehendak," ujar Dewa Sukaryanida, kerabat dari Dewa Aji Tapakan.
Tepar pukul 18.50 Wita, prosesi di setra tersebut selesai. Petapakan Ratu Mas Bukit Jati, Ratu Mas Dalem Lingsir, Ratu Mas Klungkung, dan Petapakan Barong Ket kembali memargi menuju Balai Banjar Adat Getakan.
Pementasan Calonarang mependem dimulai pukul 20.00 Wita.
Penonton pun membludak. Calonarang Watangan Mependem di Banjar Adat Getakan ini benar-benar mampu menarik perhatian masyarakat Bali.
Buktinya, penonton yang hadir bukan hanya dari Klungkung tapi hampir seluruh Bali.
Seperti Ketut Wiryanata bersama istrinya, Ni Luh Warti.
Warga Penebel Tabanan ini rela jauh-jauh datang ke Desa Getakan untuk membayar rasa penasaran mereka menonton Calonarang dengan layon mependem.
"Saya dan istri saya sudah dari jam lima sore sampai ke Getakan. Kami memang senang menonton Calonarang. Calonarang di sini unik. Baru pertama kalinya kami tahu ada Calonarang dengan layonnya dikubur, jadi kami luangkan waktu untuk nonton," ujar Wiryanata yang mengaku datang ke Klungkung dengan mengendarai sepeda motor.
Ada beberapa warga dari Karangasem dan Bangli yang juga datang untuk menonton.
"Penasaran saja, pingin nonton. Benar atau tidak dikubur," ujar Wayan Rimpen, warga Tembuku Bangli.
Sekitar pukul 23.00, Dewa Aji Tapakan pun melalui proses ngebah atau istilahnya seda di Pura Pusat Sari, yang letaknya di utara Banjar Adat Getakan.
Setelah prosesi ngebah, layon diarak ke catus pata Banjar Adat Getakan, lalu dilanjutkan dengan prosesi mesiram atau memandikan jenazah di perempatan Getakan.
Setelah mesiram, layon disemayamkan di Bale Dangin dilanjutkan dengan diberi sesajenan.
Tepat pukul 00.00 Wita, diarak menuju setra untuk dipendem. Tidak boleh ada warga di setra saat itu, kecuali kerabat.
"Waktu bangun tidak ada batas waktu, mungkin saja jam 4 atau lebih, menurut sesolahan Ida Ratu Mas Klungkung yang akan membangkitkannya dari kubur," ujar Cokorda Putra Parwata, Perbekel Desa Getakan sekaligus penasehat panitia Calonarang Mependem. (*)