Gunung Agung Terkini
12 Tanda-tanda Gunung Agung Sangat Berpotensi ke Arah Letusan, No 11 Beda dari Gunung Lain
Dalam energi gunung berapi terkandung uap dan gas yang berfungsi mendobrak material yang berada di atasnya.
Penulis: Saiful Rohim | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
Saat di level Awas ini sudah tidak boleh ada lagi penduduk di daerah rawan, semua di tempat pengungsian.
Atas peningkatan status bahaya tersebut, Badan Geologi memberikan rekomendasi agar masyarakat di sekitar Gunung Agung dan pendaki/pengunjung/wisatawan tidak beraktivitas, tidak melakukan pendakian dan tidak berkemah di dalam area kawah Gunung Agung.
Demikian juga di seluruh area di dalam radius 6 kilometer dari kawah puncak Gunung Agung, atau pada elevasi di atas 950 meter dari permukaan laut (mdpl).
7. Masyarakat Mulai Mengungsi
Sejak dinyatakan Siaga, masyarakat sudah mulai mengungsi.
Bahkan, ada yang melakukan pengungsian secara mandiri.
Seperti tujuh kepala keluarga atau sekitar 32 jiwa warga Banjar Lebih, Desa Sebudi, Karangasem, Bali mulai mengungsi ke Klungkung, Bali, Rabu (20/9/2017) malam.
Mereka berinisiatif mengungsi secara mandiri setelah marasakan tanda-tanda alam yang menurut mereka, sama saat Gunung Agung meletus di tahun 1963 silam.
Mereka sementara mengungsi di beberapa rumah kerabat mereka di wilayah Punduk Dawa, Desa Pesinggahan, Klungkung.
"Tanda-tandanya alam yang kami rasakan mirip dengan tahun 1963 silam. Kami jadi merasa khawatir," jelas seorang pengungsi, I Wayan Sutika.
8. Muncul tanda-tanda alam mirip Tahun 1963 saat Gunung Agung meletus
Seorang pengungsi lainnya menjelaskan, gejala alam yang dirasakan yakni :
1. Semakin seringnya merasakan gempa.
2. Sudah tercium bau belerang yang cukup menyengat di wilayah mereka.
Para pengungsi tersebut tiba di wilayah Punduk Dawa sekitar pukul 20.00 Wita, dengan mengendarai kendaraan roda 4 dan roda 2.
Sejak dinyatakan berstatus Siaga (Level III) pada 18 September lalu, Gunung Agung ternyata terus memperlihatkan peningkatan aktivitas vulkaniknya.
9. Magma atau cairan ultra-panas di kawah Gunung Agung sudah mulai naik
Kemarin, Kamis (21/9/2017) dilaporkan bahwa magma atau cairan ultra-panas di dalam kawah gunung sudah mulai naik ke permukaan.
Gempa vulkanik dalam dan dangkal juga terus meningkat, sehingga berdampak ke permukiman warga di lereng gunung.
Kepala Pusat Vulknologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Ir Kasbani MSc menjelaskan bahwa aktivitas vulkanik Gunung Agung terus mengalami peningkatan, dan masih tinggi.
Pada hari Rabu (20/9/2017), dalam satu hari gempa terjadi hingga 560 kali.
Sedangkan pada Kamis (21/9/2017) pukul 00.00 hingga 12.00 Wita, gempa mencapai sebanyak 289 kali.
“Ada 40 kali gempa vulkanik dangkal, dan sisanya gempa vulkanik dalam serta gempa tektonik. Ada juga terdeteksi gempa yang menandakan pergerakan magma mulai mengarah ke permukaan,” kata Kasbani saat ditemui di Pos Pemantauan Gempa di Rendang, Karangasem, Kamis (21/9/2017).
Hal yang sama ditegaskan oleh Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana).
“Ada proses pergerakan magma yang mendorong permukaan dan meruntuhkan batuan yang menyumbatnya di jarak 5 kilometer di bawah permukaan bumi. Namun status Gunung Agung belum berubah, masih Siaga (Level III),” ujar Sutopo melalui pesan WhatsApp yang diterima di Denpasar, Kamis (21/9/2017).
Berdasarkan catatan di Pos Pemantauan Gunung Agung di Rembang, kemarin amplitudo vulkanik dalam rata-rata 4 sampai 8 MM, durasinya 10–24 detik.
Sedangkan amplitudo vulkanik dangkal 3-4 MM dengan durasi 10-11 detik.
Untuk gempa tektonik lokal, amplitudonya 7-8 MM, durasinya 30-47 detik.
10. Frekuensi gempa diprediksi akan terus meningkat
Diprediksi frekuensi gempa akan terus mengalami peningkatan hingga ke depan.
Dari hasil pemantauan, pergerakan magma sudah terjadi di sekitar jarak 5 kilometer di bawah permukaan laut .
Dijelaskan Kasbani, dalam energi gunung berapi terkandung uap dan gas yang berfungsi mendobrak material yang berada di atasnya.
”Kapan akan terlepas (terjadi dobrakan, red), itu yang kita tidak tahu. Kami hanya membaca tanda-tanda,”ungkap Kasbani.
Ditambahkan, energi yang dihasilkan dari aktivitas magma di bawah permukaan Gunung Agung demikian besar.
Itu bisa diprediksi dari jarak waktu letusan yang cukup lama, yakni selang 54 tahun dari waktu terjadinya letusan terakhir pada tahun 1963.
Berdasarkan catatan PVMBG, Gunung Agung hanya punya sedikit peristiwa letusan.
11. Gunung Agung Tercatat Baru 4 Kali meletus, berbeda dengan gunung berapi lainnya
Gunung Agung tercatat baru 4 kali meletus sejak tahun 1800, yakni tahun 1808, 1821, 1843, serta 1963.
Ini berbeda dengan sejumlah gunung berapi lainnya di Indonesia.
Karakter letusan Gunung Agung juga sangat eksplosif, berbeda dengan gunung berapi lain di Indonesia yang sering meletus dan berulang.
“Tadi (kemarin) kita juga pasang alat pendeteksi untuk mengetahui kembang kempesnya gunung. Hari ini akan ditambah satu lagi alat untuk mengukur jarak miring dan jarak datar,” jelas Kasbani.
Dilihat dari frekuensi gempa serta kekuatan amplitudonya, perubahan aktivitas Gunung Agung begitu cepat dan meningkat begitu tajam.
12. Gunung Agung kini sangat berpotensi ke arah letusan
Perubahan yang cepat dan tajam yang ditunjukkan Gunung Agung itu, kata Kasbani, membuatnya sangat berpotensi ke arah letusan.
“Tapi belum bisa dipastikan kapan terjadi (letusan). Petugas kami akan terus membaca tanda-tanda dari gunung," terang Kasbani.
Oleh karena itu, PVMBG kembali menghimbau warga untuk tidak melakukan aktivitas di seluruh area dalam radius 6 kilometer dari kawah Gunung Agung.
Selain itu, karena kondisi gunung terus mengalami peningkatan aktivitas vulkaniknya, maka ada juga perluasan kawasan berbahaya 7,5 kilometer dari utara, selatan, tenggara, dan barat daya.
Jika menelisik sejarah meletusnya Gunung Agung didapatkan beberapa fakta yang cukup mengerikan.
Seperti diketahui, Gunung Agung ialah gunung tertinggi di Pulau Bali dengan ketinggian 3.142 mdpl (meter di atas permukaan laut).
Dikutip dari METROTVNEWS.COM, ketika meletus, gunung itu menewaskan ribuan orang (1.148 orang, data Departemen Pekerjaan Umum) dan merusak berbagai bangunan termasuk Taman Ujung yang terkenal dengan istana airnya.
Gunung itu adalah gunung api bertipe strato, memiliki kawah yang sangat besar dan sangat dalam yang kadang-kadang melepaskan asap dan uap air.
Dari Pura Besakih gunung itu tampak runcing sempurna, padahal puncak gunung tersebut memanjang dan berakhir pada kawah yang melingkar dan lebar.
Sebelum terjadi letusan puncak pada 17 Maret 1963, Gunung Agung menampakkan aktivitasnya pada 18 Februari 1963.
Disebutkan, warga mendengar suara letusan dan awan tersembur ke udara dari puncak gunung.
Kemudian pada 24 Februari 1963, lahar mulai turun di bagian utara gunung, dan meluncur sejauh 7 kilometer selama 20 hari.
Puncaknya letusan pada 17 Maret 1963, Gunung memuntahkan abu vulkanik sejauh 10 kilometer ke udara.
Desa-desa rusak, dan seribuan orang meninggal.
Pada 16 Mei 1963, letusan kembali terjadi dan menewaskan sekitar 200 orang.
Rangkaian aktivitas Gunung Agung terjadi hingga 1964.
Menurut catatan, letusan terakhir terjadi pada 26 Januari 1964, setelah itu aktivitas Gunung Agung tak terlihat lagi.
Sebelumnya letusan 1963-1964, Gunung Agung pernah meletus pada 1808, 1821, 1843, 1908, 1915, dan 1917.
Pangelingsir Pura Pasar Agung, Desa Sebudi, Kecamatan Selat, Jro Mangku Wayan Sukra mengungkapkan bahwa, tanda-tanda sekala dan niskala biasanya muncul saat Gunung Agung hendak mengalami erupsi atau meletus.
Ini 7 Pertanda Sekala Niskala Jika Gunung Agung akan Meletus:
1. Pertanda sekala biasanya muncul sebulan hingga tiga bulan sebelum erupsi.
2. Pertanda sekala seperti hewan-hewan yang tinggal di ketinggian Gunung Agung turun gunung.
3. Hewan yang biasanya tinggal di Gunung Agung bahkan ke rumah-rumah penduduk.
4. Hewan-hewan itu lebih peka merasakan suhu yang meningkat di bagian atas gunung, karena adanya peningkatan aktivitas vulkanik.
5. Selain itu, biasanya juga terjadi hujan abu.
6. Jika abu tersebut menempel di badan akan bisa menimbulkan gatal, dan mengalami lecet.
7. Tanda niskala terdengar bunyi gamelan dan bleganjur sebleum erupsi.
”Kalau secara niskala biasanya terdengar bunyi gamelan dan bleganjur sebelum erupsi. Semoga tak terjadi,” harap Wayan Sukra, Minggu (17/9/2017).
Sedangkan pertanda sekala, imbuh dia, sebulan hingga tiga bulan sebelum erupsi biasanya hewan-hewan yang tinggal di ketinggian Gunung Agung turun ke bawah dan bahkan ke rumah-rumah warga.
“Tanda-tanda sekala dan niskala itu menjelang erupsi itu sebagaimana yang dituturkan turun-temurun dari nenek moyang. Saat ini, tanda-tanda sekala dan niskala itu belum ada yang muncul. Oleh karena itu, warga saya harap tenang dan tidak resah. Media juga harus beritakan yang objektif biar warga tak resah,” ungkap Jro Mangku Wayan Sukra.
Pria yang juga menjabat sebagai Bendesa Sogra ini berjanji akan terus menggelar upacara untuk memohon keselamatan kepada Tuhan dan agar terhindar dari bencana.
Kapan Gunung Agung akan mengalami erupsi, waktunya tidak dapat dipastikan.
Hanya tanda-tandanya saja yang bisa dianalisa.
Namun, warga masih berharap agar Gunung Agung kembali normal. (*)