PT Hardys Retailindo Pailit
10 Pertanyaan Menohok yang Dijawab Gede Hardi Secara Blak-blakan, ‘Ini Sudah Karma Saya Dipailitkan’
Bertempat di salah satu rumah Gede Hardi di Perumahan By Pass Garden R14. B3, Jalan Danau Tempe, Sanur, Denpasar, Hardi menjelaskan
Penulis: I Wayan Erwin Widyaswara | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
Nah di satu sisi di internal kami justru sibuk berinvestasi properti. Modal kerja kami tersedot pada investasi, dan kiamatlah.
Ada yang menyebut Anda sengaja mempailitkan agar mendapatkan untung? Bagaimana tanggapan anda?
Kalau saya mengajukan pailit, maka kelihatan record-nya. Kami bukan mengajukan pailit, tapi PKPU karena ada yang mau mempailitkan kami. Dengan mengajukan PKPU, maka prosesnya melalui proposal perdamaian. Proposal itu bukan majelis ketok palu.
Kalau sudah melalui proposal, majelis hanya ketok hasil voting. Nah berdasarkan hasil keliling, ternyata semua setuju.
Tapi nyatanya kami masih dipailitkan juga. Begitu voting di Surabaya, dua bank memprovokasi.
Semua angkat tangan. Satu bank lagi bawa tiga orang. Yang lain ikut terpancing waktu sidang. Karena syarat itu disetujui.
Harus disetujui oleh 51 persen oleh kreditu,. dan 2/3 dari total hutang itu harus menyetujui.
Perihal berita miring, kok tahu saya gimana. Saya sampai ke Jagatnata Surabaya sembahyang. Toh juga keputusannya seperti itu. Ini jalan Tuhan. Kalau dalam bahasa Bali, ini memang sudah karma saya dipailitkan, dan saya terima karma saya dari 20 tahun merintis usaha.
Apakah Anda merasa ada ketidakadilan soal aturan pailit di Indonesia?
Ada lima pengadilan niaga di Indonesia: Surabaya, Makassar, Semarang, Jakarta, dan Medan. Kemarin ada seminar di Trans Hotel, dan dipaparkan ada ratusan perusahaan yang terdaftar PKPU di 5 pengadilan niaga yang ada di Indonesia. Mudah-mudahan ending-nya perdamaian. Tidak seperti kami yang ending-nya justru pailit. Padahal saya berharap damai.
Nah, perusahaan lain (ritel), asetnya jauh di bawah nilai hutang. Mungkin asetnya sekitar seratus miliar, hutangnya 400 ratus miliar. Namun justru ketika ada masalah, proposal perdamaiannya disetujui. Karena pengacaranya juga hebat. Kalau pengacara saya biasa-biasa saja. Saya tidak mampu membayar pengacara mahal. Karena Hardys ini mengalir seperti air. Tapi memang faktanya yang menentukan pailit atau tidaknya itu memang hasil voting dari kreditur.
Apa saja usaha yang anda miliki?
Seluruhnya mulai dari ritel, properti, kemudian line hotel, dan transportasi. Kendaraan saja kami ada lebih dari 100 unit. Total aset Rp 4,1 triliun, dengan utang Rp 2,3 triliun.
Bagaimana status outlet, dan usaha lain yang anda milik saat ini?
Untuk outlet, pada Desember 2016 itu telah dibeli oleh PT Arta Sedana Propertindo. Owner-nya Putu Gede Sedana. Pembelian melalui Bank Muamalat Indonesia. Jadi persitiwanya Desember 2016, tapi kenapa masih merek Hardys? Karena Bank Muamalat telah survei bahwa branding Hardys sangat kuat di Bali. Sehingga Pak Putu tetap pakai nama itu. Saya tidak bisa menolak, karena sampai mereknya digadaikan pada saat ajukan kredit.
Berapa aset outlet Anda dibeli?
Jadi ceritanya seluruh aset kami diambil alih oleh Bank Muamalat, kemudian Bank Muamalat yang menjual ke Putu Sedana. Nilainya berapa? Kami tidak tahu. Kalau hutang kami di Bank Muamalat sekitar Rp 600 miliar. Belum termasuk bunga berjalan dan dendanya. Berapa deal-nya Pak Putu, kami tidak tahu.
Kemudian bagaimana dengan hotel?
Semua di bawah tim kurator Pengadilan Niaga pada PN Surabaya. Rp 1 pun saya tidak bisa ngambil uang. Lalu bagimana karyawan? Tidak ada yang di-PHK. Kalau Hardys Retail di bawah Putu Sedana, sedangkan di luar itu di bawah tim kurator PN Surabaya. (*)