Simpang Ring Banjar
Pura Agung dan Pancoran Solas Bukti Pengungsian Raja Gelgel, Hasil Meditasi Ida Bagawanta
Saking besarnya pemberontakan kala itu, membuat raja Dalem Dimade terpaksa harus mengungsi.
Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
“Sehingga bisa diartikan sang raja telah dalam kondisi senang, sekalipun dalam pengungsian. Namun lantaran masyarakat agak kesulitan menyebut Guh Liang, lama kelamaan akhirnya disebut Guliang,” jelasnya.
Mengenai cerita sejarah Guliang ini, kata Ngakan Suarsana sudah diakui Puri Klungkung.
Dibuktikan dengan Pura Agung serta pancoran solas yang juga dibangun sang raja pada masa pelariannya.
Begitupun saat sang raja wafat, akhirnya dipelebon di kuburan (tunon) dalem Tengaling.
Mengingat statusnya sebagai raja, meski dalam pengungsian, dibangunlah Pura Dalem Tengaling, sebagai pelebur yang fungsinya mengembalikan pada sang pencipta.
Pura Dalem Tengaling ini juga salah satu saksi sejarah.
Satu-satunya jejak peninggalan sejarah, adalah pohon Klampuak atau yang sering disebut masyarakat sekitar sebagai cenana (cendana).
Pohon ini sudah lebih dahulu ada, bahkan sebelum Pura Dalem Tengaling dibangun.
Sesuai dengan cerita kakeknya yang juga seorang bendesa, diperkirakan usia pohon ini sekitar 400 tahun.
“Istilah orang bali mengatakan ‘dapet sube keto’ artinya dia menemukan sudah sebesar ini. Dan memang dari pengamatan saya sejak SMA dulu, pertumbuhan pohon ini juga tergolong sangat lambat,” ucap pria yang kini berusia 51 tahun.
Sejak sang raja wafat, keluarga kerajaan, melalui dua putra prahmi Raja Dalem Dimade, akhirnya memutuskan mengembalikan pemerintahan seperti sedia kala, yakni di Klungkung, yang diperkirakan pada tahun 1704, berdasarkan arsip Belanda.
Upaya mengembalikan pemerintahan pun dilalui dengan perang melawan pemberontak yang menguasai wilayah tersebut, yang mendapat bantuan dari berbagai pihak, seperti dari keluarga kerajaan yang berada di Sidemen, Karangasem, Kerajaan Buleleng Panji Sakti, serta dari Kerajaan Pemecutan Kelod Denpasar.
“Pusat penyerangan komando, serta strategi dilakukan di wilayah Sidemen, Karangasem. Hingga akhirnya menang. Putra pertama sang raja, Ida I Dewa Agung Pemayun pindah ke Bukit Tampak Siring, Gianyar,” kata dia.
“Sementara putra kedua, Ida I Dewa Agung Jambe kembali ke Klungkung, namun beliau tidak mau menempati wilayah Gelgel, lantaran sempat diduduki pemberontak. Sehingga pusat kerajaan pindah ke wilayah Semarapura, Klungkung, yakni di Puri Agung Semarapura, Klungkung hingga saat ini,” jelasnya.
Wilayah Administratif Masuk Desa Taman Bali