Simpang Ring Banjar

Banjar Dukuh Jadi Pusat Menuntut Ilmu di Zaman Kerajaan

Pada masa pemerintahan kerajaan Taman Bali, Banjar Dukuh ternyata dijadikan pusat menuntut ilmu atau pasraman

Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Irma Budiarti
TRIBUN BALI/MUHAMMAD FREDEY MERCURY
Pura Taman Alit sebagai tempat penyimpanan Sarkofagus yang mengeluarkan air. Wayan Sudiawan menunjukkan bak pemantauan yang dipercaya mampu memantau kondisi air di tiga wilayah. Wayan Sudiawan tunjukkan sarkofagus di Banjar Dukuh, Jumat (20/4/2018). 

TRIBUN-BALI.COM, BANGLI - Pada masa pemerintahan kerajaan Taman Bali, Banjar Dukuh yang secara kedinasan masuk dalam wilayah Desa Bunutin, ternyata dijadikan pusat menuntut ilmu atau yang kerap disebut sebagai pasraman.

Bahkan, sebagai pusat pembelajaran, wilayah banjar dibagi menjadi dua, yakni tempek Prayu di sebelah selatan dan tempek Dukuh di sebelah utara.

Pembagian dua wilayah ini bukan tanpa alasan.

Sesuai dengan namanya, tempek Prayu (para ayu) yang terletak di sebelah selatan, merupakan tempat mondok (asrama) khusus bagi pelajar wanita.

Sedangkan tempek Dukuh di sebelah utara merupakan asrama bagi pria.

Tokoh adat Banjar Dukuh, I Ketut Widiastawa mengatakan, nama Dukuh sendiri diambil dari nama salah seorang pendidik pada masa tersebut, yang bernama Jero Dukuh.

“Karena masih masuk bagian dari kerajaan Taman Bali, Bangli, tempat ini difungsikan menjadi pusat pembelajaran bagi kolega kerajaan. Bahkan pada tahun 1335, kaum Brahmana dari Puri Tegal Wangi, Klungkung juga belajar di sini. Hingga kini, tiap piodalan yang digelar enam bulan sekali, keturunan brahmana dari Puri Tegal Wangi masih melakukan pemujaan disini,” bebernya, Jumat (20/4/2018). 

Dikarenakan Banjar Dukuh merupakan pasraman pada masa kerajaan, pihaknya memutuskan membangun pasraman yang terletak di Pura Taman Alit.

Tujuan pembangunan pasaraman tersebut adalah untuk mengangkat nilai-nilai unik sejarah Banjar Dukuh agar bisa lebih dikenal oleh masyarakat sekitar.

“Pembangunan pasraman ini terinspirasi dari sejarah banjar yang dulunya juga merupakan pusat pembelajaran. Jika memang dulunya demikian, mengapa tidak dilestarikan,” ucapnya.

Pria yang juga mantan Klian Tempek Dukuh ini menceritakan, sebagai bagian dari kerajaan, banyak sekali ditemukan sarkofagus di Banjar Dukuh, bahkan hampir di setiap sudut Banjar Dukuh.

Jelasnya, selain sebagai tempat penyimpanan jenazah pada masa kerjaan, fungsi sarkofagus juga digunakan untuk menyimpan harta benda orang yang telah meninggal, maupun sebagai penjaga.

Sarkofagus yang ditemukan di Banjar Dukuh ini tidak berisi jenazah, melainkan berisi harta benda.

Masyarakat sekitar juga percaya bahwa sarkofagus tersebut merupakan pengijeng (penjaga), yang terdapat penghuni di dalamnya, dan penjaga di luarnya.

Sbukti nyata yakni sempat ada kejadian oknum yang berniat mencuri harta benda dalam sarkofagus tersebut, namun ia tidak bisa mencuri karena melihat ribuan tantara hingga sebuah tembok besar menyerupai benteng.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved