Bule Naik ke Padmasana, PHDI Minta Semua Pangempon Wajib Gembok Pura
PHDI juga melarang wisatawan masuk ke areal pura di luar upacara keagamaan, meskipun dia membayar.
Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali meminta kepada seluruh pangempon (penanggung jawab) pura di Bali agar menggembok areal utama pura untuk menghindari kasus pelecehan simbol agama.
PHDI juga melarang wisatawan masuk ke areal pura di luar upacara keagamaan, meskipun dia membayar.
Baca: Ternyata Pamedek Pura Besakih yang Tangkil Malam Hari Banyak, Ini Dampaknya Jika Pura Digembok
“Kita imbau kepada seluruh pangempon pura di Bali agar menggembok puranya dengan baik. Kalau tidak dijaga puranya digembok saja, dan jika ada yang mau masuk, kecuali sembahyang, langsung dilarang saja,” kata Ketua PHDI Bali, Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana, usai menghadiri acara Dharma Santhi Nyepi Tahun Baru Saka 1940 di Gedung Kerthasabha, Jayasabha Rumah Jabatan Gubernur, Jumat (27/4/2018).
Prof Sudiana juga meminta agar pangempon menempelkan nomor telepon pemangku pura di depan pura, sehingga apabila ada pamedek yang sembahyang supaya bisa langsung menghubungi sang jro mangku.
“Kepada panglingsir agar menggembok pintu pura, wisatawan agar jangan diberikan masuk ke dalam pura,” imbuhnya.
Selaku Ketua PHDI Bali, Prof Sudiana mengaku sering ditanya dan mendapat komplain oleh umat mengenai beberapa kejadian yang melecehkan simbol-simbol Agama Hindu.
Belum lama ini ada kasus “wisatawan menjadi Betara” di Pura Gelap Besakih, dan sebelum itu juga terjadi di Nusa Lembongan ketika ada “wisatawan yang menjadi Betara Purusa dan Pradana”.
“Ini juga memancing umat agar sibuk berpikir tentang hal-hal seperti itu saja,” keluh Prof Sudiana, yang juga menjabat sebagai Rektor Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar.
Seperti diberitakan Tribun Bali sebelumnya, Rabu (18/4/2018) lalu, media sosial (medsos) di Bali digemparkan oleh beredarnya potongan video seorang wisatawan yang naik dan duduk di palinggih padmasana Pura Gelap Besakih.
Dalam video yang berdurasi 7 menit 48 detik tersebut terlihat bagaimana satu dari dua wisatawan tersebut naik ke padmasana yang disucikan itu.
Diketahui wisatawan yang naik ke atas padmasana tersebut adalah turis bernama Bernat Por el Mundo, yang diduga warga Spanyol.
Setelah videonya jadi viral dan dikecam banyak orang, Bernat langsung mengunggah video permintaan maaf melalui akun instagram pribadinya @bernatporelmundo.
Memakai bahasa campuran, Inggris, Indonesia, dan Bali, Bernat beralasan tidak tahu padmasana tersebut disucikan.
Prof Sudiana kembali menegaskan, pangempon pura harus tegas alias tidak boleh ada istilah kompromi.
Walaupun wisatawan-wisatawan tersebut membayar untuk masuk ke dalam pura, wajib dilarang. Hal ini untuk menghindari kejadian serupa.
“Agar jangan dipakai alasan apabila sudah membayar bebas melakukan apa saja. Supaya tidak ada lagi hal-hal yang menyebabkan pura kita tercemar sehingga menurunkan taksu Bali,” kata Sudiana.
Jika areal pura tidak digembok, diharapkan agar wilayah tempat suci umat Hindu itu ada penjaganya khusus.
Dan, yang diperbolehkan masuk hanya bagi umat yang ingin bersembahyang.
Sudiana menambahkan, pangempon pura semuanya diminta dapat membatasi wilayah pura yang diperbolehkan wisatawan untuk dikunjungi.
Yakni terutama wilayah utama mandala agar diberikan pembatas ataupun pintunya digembok jika tidak sedang pelaksanaan piodalan karena utama mandala harus steril dari aktivitas di luar keagamaan.
"Orang yang masuk ke pura itu sebenarnya kan tidak sembarangan. Sesuai keputusan Parisada orang masuk ke pura atau tempat suci harus bersih, suci, sopan dan suci. Maka untuk wisatawan sebaiknya dilarang masuk ke utama mandala, caranya ya pintunya digembok," ujarnya lagi.
Pihaknya dalam waktu dekat juga akan duduk bersama dengan jajaran Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) untuk mensosialisasikan hal ini pada pengurus desa pakraman (desa adat).
Buat Aturan Jelas
Sementara Kepala Dinas Pariwisata Bali, Anak Agung Yuniartha Putra mengatakan, sebaiknya di setiap pura ditempelkan aturan-aturan bagi setiap pengunjung.
Ia pun mengaku telah menyampaikan ke ASITA (Asosiasi Travel Agent) Bali untuk ikut membantu membuat pengumuman berupa aturan-aturan bagi wisatawan yang ingin mengunjungi pura.
“Supaya di setiap pura, ada aturan-aturan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan wisatawan, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris,” harapnya.
Ia mencontohkan objek wisata di luar negeri yang jelas aturannya, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan wisatawan. "Jadi aturan jelas," tambahnya.
Mengenai kasus bule yang sampai naik ke padmasana, Yuniartha tak menyalahkan sang wisatawan.
Dikatakan, hal ini karena tidak ada orang di Pura Gelap, dan juga ada tangga sehingga dia berkeinginan untuk naik.
“Secara logika, begitu wisatawan ini melihat tangga berarti boleh dinaiki, karena tidak ada orang yang memberitahukan di sana,” ujarnya.
Selain itu, kata dia, juga mungkin karena tidak ada guide lokal yang mendampingi wisatawan tersebut.
“Jadi tidak salah menurut saya, cuma kita yang harus membuat aturan itu supaya jelas,” katanya.
Diatur Prajuru
Adapun Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, mengatakan pelarangan wisatawan yang masuk ke dalam pura, menurutnya tidak perlu diatur pemerintah.
Namun cukup diatur prajuru Desa Pakraman dengan "Desa Mawacara" nya.
“Yang bertanggung jawab mengurusi pura secara tradisi dan turun menurun adalah para pangempon pura. Pemerintah hanya membantu karena ini merupakan urusan kehidupan beragama sehingga tidak boleh diatur terlalu banyak,” kata Pastika pada kesempatan Dharma Shanti tersebut.
Terkait kasus bule naik ke palinggih padmasana, Pastika menduga peristiwa tersebut terjadi karena waktu itu pura dalam keadaan tidak ada yang menjaga, karena semua pangempon sedang mengungsi.
“Kejadian tersebut diakibatkan para pangempon mengungsi, tidak ada orang. Jadi naiklah dia, dipikirnya ada tempat duduk di atas. Dia tidak tahu kalau itu palinggih Ida Betara,” ujarnya.
Sebelumnya, Bendesa Adat Besakih, Jro Mangku Widiarta, memastikan bahwa peristiwa menghebohkan itu terjadi pada 1 Desember 2017.
Saat itu, Gunung Agung sedang erupsi sehingga kondisi Pura Gelap Besakih sepi.
Tidak pangempon maupun pemangku karena ikut mengungsi. (*)